Sebagai salah satu bagian lanskap budaya, lanskap pertanian selama ini masih belum banyak mendapat perhatian untuk dikaji maupun didokumentasikan. Banyak lanskap budaya pertanian yang semakin tertekan oleh peningkatan kebutuhan hidup manusia. Padahal lanskap budaya pertanian memiliki kearifan lokal yang tak ternilai sebagai wujud perkembangan akal manusia dalam mempelajari alam sekitar. Belakangan ini pertanian ramah lingkungan seperti sistem pertanian terpadu ramai diperbincangkan. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa sistem tersebut ada yang sudah dijalankan sejak lama oleh komunitas lokal. Misalnya konsep mina padi atau membudidayakan padi sawah dengan ikan.
Konsep ini sebetulnya telah lama dipraktikan oleh masyarakat Jawa Barat namun karena kurangnya dokumentasi maka keberadaanya makin terlupakan. Salah satu yang masih bertahan yaitu di masyarakat Desa Bunisari. Masyarakat Bunisari di Cianjur, Jawa Barat memiliki kearifan lokal sendiri dalam bercocok tanam. Masyarakat Bali terkenal dengan sistem subak dan di Manggarai dengan sistem lodok sebagai sistem pembagian lahannya. Keduanya menciptakan sebuah karya lanskap yang berbeda dari kebiasaan. Sedangkan masyarakat Bunisari memiliki kearifan lokal dengan mengaplikasikan sistem pertanian terpadu. Sejak zaman dulu, masyarakat Bunisari melakukan praktik budi daya padi sawah sekaligus membudidayakan ikan mas .
Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu. Di dalamnya terdapat sistem yang kompleks dalam bentuk interaksi komponen biotik dan abiotik. Keberadaan lanskap dapat dinikmati oleh kelima indera manusia. UNESCO sebagai badan khusus PBB yang fokus pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya mendeskripsikan pengertian mengenai lanskap budaya. Menurut UNESCO World Heritage Center (2005), lanskap budaya merupakan: 1) sebuah representasi interaksi antara alam dan manusia, 2) ilustrasi dari perkembangan manusia dan permukiman dari waktu ke waktu, 3) representasi tersebut dibawah pengaruh tantangan fisik dan/atau kesempatan yang diberikan oleh lingkungan alam dan kekuatan seperti kekuatan ekonomi, sosial, dan budaya, baik eksternal maupun internal.
Desa Bunisari yang terletak di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berada di kaki Gunung Gede Pangrango dan merupakan desa yang melimpah airnya. Berawal dari budi daya secara tradisional dimana petani hanya memanfaatkan jerami atau pupuk kandang untuk menyuburkan lahan persawahan. Desa Bunisari menerapkan pola kegiatan mina padi, namun masih mengikuti kondisi budi daya padi yaitu lahan/sawah siap tanam hanya digenangi dengan air kemudian bibit ikan ditebar. Pemanenan ikan dilakukan sebelum panen padi, sehingga ukuran ikan yang dipanen besar/dewasa. Beberapa tahun kemudian, mulai diperkenalkan konsep revolusi hijau atau biasa juga disebut dengan (budi daya konvensional). Hal ini ditandai dengan perubahan cara budi daya padi dimana pemupukan kimia dan penggunaan pestisida dilakukan secara intensif.
Pembuatan kemalir pada lahan persawahan bertujuan sebagai tempat ikan berlindung serta hidup selama air disurutkan ketika masa pemupukan. Pada saat 14 – 21 hari setelah padi ditanam di sawah, maka dilakukan pemupukan pertama. Kemudian pemupukan kedua dilakukan pada hari ke 35 – 42 hari setelah tanam. Ketika air surut pada saat pemupukan, maka ikan akan berada di kemalir sedalam 20 – 30 cm. Pemanenan ikan tetap dilakukan sebelum waktu panen padi. Memasuki milenium kedua, tidak banyak yang berubah dari budi daya konvensional namun pada kegiatan minapadi ditandai dengan terjadinya perubahan ukuran panen ikan.
Ikan biasanya dipanen pada stadia juvenile atau pada 30 – 40 hari setelah tanam padi. Hal ini terjadi setelah pemupukan kedua. sehingga dapat dikatakan bahwa ikan dipanen jauh lebih awal dibandingkan padi yang dibudidayakan. Budi daya ikan mas dimulai sejak stadia larva, dimana petani dapat memperoleh larva dari penangkar ikan. Harga per liter larva yaitu sebesar Rp 60.000 - Rp 75.000. Larva ditebar pada saat tanah sawah sudah selesai diolah dan digenangi air sebelum sawah ditanami. Pemeliharaan ikan umumnya membutuhkan waktu selama 30 - 40 hari dimulai dari waktu penanaman hingga penyiangan pertama atau kedua dimana benih telah berukuran 20-30 ekor/kg. Kegiatan mina padi dari penebaran 1 liter larva dapat menghasilkan 15 - 25 kg ikan stadia juvenile (baby fish). Penjualan per kg mencapai Rp 15.000 – Rp 20.000 pada pihak pengumpul atau supplier. Petani juga mendapatkan pemasukan tambahan dari hasil penjualan baby fish sehingga dapat membantu pembelian pupuk untuk padi. Selain itu, manfaat yang paling dirasakan oleh petani adalah berkurangnya OPT (organisme penganggu tanaman) seperti keong dan gulma.
Budaya pertanian minapadi di Bunisari juga mengalami perubahan namun yang masih terdapat beberapa prinsip yang masih dipertahankan. Prinsip budi daya pertanian yang masih dipertahankan hingga saat ini sebagai warisan leluhur antara lain 1) beberapa varietas padi lokal yang dari dulu sudah dibudidayakan seperi pandan wangi, dasneng dan ketan hitam, 2) spesies ikan yang dibudidayakan masih sama yaitu ikan mas, 3) ikan tidak diberi pakan tetapi memakan organisme pengganggu tanaman di sawah, dan 4) adanya ritual terkait hasil panen yang dilakukan setahun sekali.
Dinamika kearifan lokal Desa Bunisari dalam kegiatan budi daya menunjukkan adanya perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dimulai sejak masa revolusi hijau atau konvensional hingga milenium kedua. Kegiatan budi daya padi yang dikombinasikan dengan mina padi menunjukkan adanya sinkronisasi dan penyesuaian satu sama lain. Pada akhirnya kegiatan mina padi yang dipadukan dengan budi daya padi memberi nilai lebih kepada petani di desa Bunisari Cianjur. Adapun prinsip budi daya pertanian yang masih dipertahankan hingga saat ini sebagai warisan leluhur antara lain 1) beberapa varietas padi lokal yang dari dulu sudah dibudidayakan seperti pandan wangi, dasneng dan ketan hitam, 2) spesies ikan yang dibudidayakan masih sama yaitu ikan mas , 3) ikan tidak diberi pakan tetapi memakan organisme pengganggu tanaman di sawah, dan 4) adanya ritual terkait hasil panen yang dilakukan setahun sekali. Dari lima penting, lanskap budaya mina padi Bunisari memiliki empat nilai penting yaitu nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, dan agama.
Sumber: https://www.neliti.com/publications/226405/nilai-penting-lanskap-budaya-minapadi-desa-bunisari