Singkong merupakan tanaman yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Singkong merupakan komoditas unggulan di Provinsi Lampung. Bagi sebagian petani, singkong merupakan tanaman favorit. Petani beranggapan cukup menanam batangnya, biarkan beberapa bulan nanti ambil hasilnya. Makin luas lahan, makin banyak batang yang ditanam, maka akan semakin banyak hasilnya.
Sistem Double Row
Permasalahan singkong pada umumnya adalah umbinya kecil-kecil sehingga produktivitasnya rendah yang bermuara pada rendahnya pendapatan petani. Rendahnya produktivitas disebabkan belum diterapkannya teknologi budi daya singkong dengan benar seperti cara tanam dan pemupukan, baik pupuk anorganik maupun organik (pupuk kandang).
Sebagai contoh di Propinsi Lampung, luas areal singkong 266.586 ha dengan total produksi 4.673.091 ton dan produktivitasnya 17,53 ton/ha. Industri besar pengolahan singkong di Lampung berjumlah 130 unit dengan kebutuhan 5 juta ton singkong/tahun. Dengan rencana pembangunan 5 unit pabrik pembuatan bio-etanol berbahan baku singkong maka akan ada tambahan kebutuhan 4 – 5 juta ton singkong per tahun. Saat ini terjadi pengurangan areal tanaman singkong sebesar 10,8 % per tahun akibat dari perubahan fungsi atau konversi lahan singkong menjadi tanaman sawit, karet, dan padi. Berkurangnya area tanam dan kebutuhan yang tinggi perlu inovasi untuk meningkatkan produktivitasnya.
Inovasi teknologi budidaya singkong Double Row mulai diperkenalkan pada petani oleh peneliti dan penyuluh BSIP Lampung. Model Double Row adalah menanam singkong varietas UJ-5 (panjang setek 20 cm) dengan baris ganda (Double Row) dengan jarak antar barisan 160 cm dan 80 cm, sedangkan jarak di dalam barisan sama yakni 80 cm. Sehingga jarak tanam singkong baris pertama (160 cm x 80 cm) dan baris kedua (80 cm x 160 cm).
Penjarangan barisan bertujuan agar tanaman dapat sinar matahari lebih banyak untuk proses fotosintesis, zat pati singkong di umbi lebih baik dan maksimum. Sistem Double Row membuat pembentukan umbi dengan jumlah cukup banyak dan ukuran umbi besar-besar. Keuntungan lainnya adalah di antara barisan berukuran 160 cm dapat ditanami jagung dan kacang-kacangan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Kelayakan Usaha Tani
Beberapa keuntungan penerapan sistem tanam singkong Double Row adalah perlu bibit dalam jumlah yang lebih sedikit yakni 11.700 tanaman dibandingkan dengan sistem tanam petani biasa dengan jumlah bibit 17.800 tanaman. Peningkatan produksi singkong lebih dari 200% dibandingkan dengan cara tanam petani biasa (jarak tanam rapat 70 x 80 cm). Keuntungan bersih usahatani singkong dengan sistem tanam Double Row mencapai Rp 21.736.000,- sedangkan cara petani biasa hanya Rp 9.845.000,-.
Efisiensi usahatani nilai R/C, usahatani singkong yang menggunakan sistem tanam Double Row menghasilkan nilai R/C = 1,82 sedangkan cara petani nilai R/C = 1,61. Tingkat pengembalian investasi dari usahatani singkong dengan sistem tanam Double Row lebih baik dibandingkan dengan cara tradisional.
Usahatani singkong dengan sistem tanam Double Row memiliki nilai Tingkat Impas Produksi (TIP) 32.408 kg dan Tingkat Impas Harga (TIH) Rp 674,- sedangkan pada cara petani memiliki nilai Tingkat Impas Produksi (TIP) 22.200 kg dan Tingkat Impas Harga (TIH) Rp 854,-. Beberapa keuntungan tersebut menunjukkan sistem tanam Double Row lebih kompetitif dan menguntungkan dibandingkan dengan cara petani sebelumnya.
Program Bioindustri di Lampung Timur sudah menerapkan inovasi dari hulu ke hilir, melalui 3-5 Industri Tepung Tapioka Rakyat (ITTARA). Program bioindustri juga mengembangkan inovasi biogas yang diubah menjadi energi dan pupuk. Satu pabrik bisa menyediakan keperluan listrik untuk satu desa. Sistem bioindustri juga mengembangkan pupuk hayati untuk mempercepat serapan pupuk P dan N. Saat ini jumlah pupuk hayati cair bisa diproduksi mencapai 5000 liter per hari. Bioindustri juga mengolah singkong menjadi tepung yang berkualitas. (JA)
Sumber:
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). From Zero To Hero Merajut Sinergi Terapkan Inovasi Pertanian dari Aceh hingga Papua. Bogor 2021.
https://repository.pertanian.go.id/search?query=from%20zero%20to%20hero