Upaya peningkatan produksi padi harus dibarengi dengan penanganan pascapanen yang tepat. Penanganan pascapanen padi yang kurang tepat dapat menimbulkan kehilangan hasil, menurunkan mutu gabah dan beras. Penanganan pascapanen padi meliputi kegiatan pemanenan (pemotongan padi), perawatan, perontokan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu, dan penanganan limbah.
Teknologi penanganan pascapanen ditujukan untuk mengurangi atau menekan kehilangan hasil, memperbaiki kualitas gabah dan beras, serta meningkatkan rendemen giling dan harga jual beras.
Pemanenan
Teknologi pemanenan yang dapat mengurangi kehilangan hasil adalah sebagai berikut:
1. Panen pada umur yang optimal.
Padi yang dipanen pada umur yang optimal akan menghasilkan gabah berkualitas baik dan rendemen giling yang tinggi. Umur panen optimal dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:
a. Melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90–95% gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan.
b. Berdasarkan deskripsi varietas dan mengukur kadar air gabah. Berdasarkan deskripsi, umur panen padi berkisar antara 30–35 hari setelah berbunga rata, atau 135–140 hari setelah tanam. Sementara berdasarkan kadar air gabah, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22–23% pada musim kemarau dan 24–26% pada musim hujan.
2. Menggunakan alat pemotong malai padi yang tepat.
Sabit bergerigi dari bahan baja yang sangat tajam dapat memotong malai padi dengan cepat dan mampu mengurangi kehilangan hasil sebesar 3%.
3. Cara panen
Pemilihan cara panen padi bergantung pada cara perontokan yang akan digunakan. Jika padi digebot atau dirontokkan dengan alat perontok tipe pedal maka padi dipanen dengan cara potong bawah. Namun, bila menggunakan alat perontok power thresher, cara panennya dengan potong atas atau potong tengah.
4. Sistem panen
Petani dianjurkan untuk memanen padi dengan sistem berkelompok. Menurut penelitian BB Padi, sistem ini mampu mengurangi kehilangan hasil sampai 4,8%.
5. Pengumpulan dan penumpukan padi
Setelah dipanen, padi dikumpulkan dan ditumpuk di lahan. Untuk mengurangi kehilangan hasil, tempat penumpukan dan pengangkutan padi diberi alas plastik sehingga gabah yang rontok dan tercecer dapat ditampung dalam alas tersebut. penggunaan alas pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil 0,9–2,4%.
Untuk mengatasi makin berkurangnya tenaga pemanen dan mempercepat proses panen, Balitbangtan telah menghasilkan mesin pemanen padi yang disebut combine harvester. Selain memotong batang padi, mesin ini sekaligus dapat merontokkan, membersihkan, dan memasukkan gabah ke dalam karung dalam sekali proses sehingga sangat efisien.
Perontokan
Setelah dipanen, padi dirontokkan agar gabah terlepas dari malai. menunda perontokan padi mengakibatkan gabah menjadi berkecambah, berwarna kuning, berjamur, atau rusak. Oleh karena itu, sebaiknya jangan menunda proses perontokan padi lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan lebih dari 1 meter. ara tersebut dapat mengurangi kehilangan hasil antara 1,3–3,1% dan terjadinya butir kuning dan rusak sekitar 1,8–2,2%.
Kehilangan hasil pada perontokan padi disebabkan oleh tindakan kurang hati-hati, cara penggebotan dan frekuensi pembalikan padi, kecepatan silinder perontok, dan besarnya alas plastik yang digunakan pada saat merontok. Penggunaan mesin perontok (power thresher) dapat mengurangi jumlah gabah yang tidak lepas dari malai padi dan menghasilkan gabah yang lebih bersih dan bermutu baik. perontokan padi dengan mesin perontok tipe TH-6 menurunkan kehilangan gabah menjadi 4,5–4,9%. (WD’2024)
Sumber :
Inovasi budi daya padi/Tim Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Jakarta: IAARD Press, 2017.
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/6119