Penyakit tular tanah adalah penyakit tanaman yang disebabkan oleh mikroba yang bertahan hidup dan berkembang di dalam tanah. Mikroba tersebut umumnya berupa kapang (Fusarium oxysporum), bakteri (Ralstonia solanacearum) dan protista yaitu P brassicae. Penyakit ini merupakan ancaman bagi pengembangan sebagian tanaman hortikultura.
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keefektifan patogen dalam menimbulkan penyakit pada tanaman. Pada lingkungan yang menguntungkan, jumlah spora brassicae yang sedikit akan menyebabkan infeksi pada akar kubis-kubisan. Pada kondisi lain yang tidak menguntungkan, jumlah spora yang lebih banyak tidak menyebabkan tanaman sakit. Pada bagian akar tanaman itu yang terinfeksi P brassicae akan terjadi hiperplasia dan hipertrofi, yang menyebabkan pembengkakan akar yang sudah terlihat pada hari ke-10 setelah inokulasi. Kemampuan patogen dalam menimbulkan penyakit dipengaruhi peranan mikroba lain yang ada dalam satu relung. Mikroba tersebut dapat bersifat antagonistik, sinergistik atau tidak memengaruhi aktivitas patogen.
Semboyan clean and green sudah menjadi isu global, produk pertanian harus bebas dari residu bahan kimia sintetik. Di pasar Eropa pada tahun 2010, sekitar 30% produk makanan harus dijual dalam bentuk produk organik. Jepang bahkan mencanangkan diri sebagai konsumen produk organik terbesar di dunia. Banyak petani yang menganggap pestisida kimia sintetik merupakan garansi bagi keberhasilan budi daya tanaman, sehingga penggunaan pestisida cenderung meningkat untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit.
Salah satu indikator meningkatnya penggunaan pestisida tergambar dari meningkatnya jumlah merek dagangnya. Jika pada tahun 1986 baru terdaftar 371 merek dagang pestisida, pada tahun 2006 meningkat menjadi lebih dari 1.500 merek dagang. Aplikasi pestisida kimia sintetik ke dalam tanah mempengaruhi keseimbangan mikrobiologis. Di dalam tanah terdapat berbagai jenis mikroba dengan berbagai macam fungsi, termasuk mikroba yang dapat menekan perkembangan patogen tular tanah. Peranan mikroba yang tadinya stabil menekan patogen menjadi hilang setelah tanah diberi perlakuan pestisida kimia sintetik, seperti fumigasi dengan menggunakan metil-bromida.
Pengembangan pengendalian hayati pada tanaman hortikultura yang memanfaatkan sumber daya alam lokal diarahkan untuk menggantikan penggunaan pestisida kimia sintetik yang harganya semakin tinggi dan mencemari lingkungan. Melalui penggunaan pengendalian hayati yang ramah lingkungan akan dihasilkan produk-produk hortikultura yang menyehatkan konsumennya. Hal ini diharapkan akan meningkatkan ekspor produk hortikultura ke negara-negara yang menerapkan aturan pangan bebas residu bahan kimia sintetik. Di samping itu dapat mengurangi biaya input produksi.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyakit tular tanah dapat dikendalikan dengan berbagai upaya, terutama dengan memanfaatkan teknologi potensi sumber daya ramah lingkungan, misalnya dengan melakukan pengapuran pada tanah, pestisida kimia sintetik, penggunaan mulsa, bahan nabati dan hewani, mikroba antagonis, media tumbuh, hara mikro dan varietas tahan penyakit. Penggunaan varietas tahan penyakit berperan penting dalam mengendalikan penyakit. Namun Perkembangan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas tahan penyakit berjalan lambat.
Penggunaan teknologi siap pakai juga dapat dilakukan untuk mengendalikan hama yang sudah mendapat HaKi (Hak Atas Kekayaan Intelektual), hak paten, dan lisensinya sudah dibeli pihak swasta, misalnya Gliocompost, Gliostar, M-RIF, BIO-PF. Salah satu juga yang menjadi produk ramah lingkungan adalah adalah Tricompost, BIO-GL dan BIO-TRI yang sudah teruji secara klinis. (Jo/23)
Sumber:
Teknologi Pengendalian Penyakit Tular Tanah Pada Tanaman Hortikultura Dengan Memanfaatkan Sumber Daya Alam
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/18537