PHT merupakan konsepsi pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan ekologi dan ekonomi. Teknologi PHT dilakukan dengan mengelola populasi hama dan penyakit melalui penerapan berbagai taktik pengendalian yang kompatibel, sehingga populasinya secara ekonomi tidak menimbulkan kerugian.
Namun, sebelum disebarkan kepada pengguna semua teknologi yang akan dikembangkan harus dievaluasi kelayakan teknis dan finansialnya. Sebab, teknologi dapat dikatakan tepat guna jika memenuhi kriteria: (1) secara teknis mudah dilakukan, (2) secara finansial/ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial budaya diterima oleh masyarakat, dan (4) tidak merusak lingkungan. Jadi kelayakan finansial atau ekonomi merupakan syarat mutlak bagi suatu teknologi untuk dapat diadopsi oleh petani.
Paket pengendalian hama terpadu yang diterapkan dalam penelitian adalah PHT rekomendasi, paket PHT alternatif dan teknologi petani.Data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah data primer berupa data usaha tani untuk menghitung pendapatan dan kelayakan usaha tani. Pendapatan usaha tani dihitung menggunakan analisis parsial (partial budget analisyst). Biaya terdiri dari biaya variabel/variable cost (VC) seperti pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja dan biaya tetap/fixed cost (FC) seperti pengeluaran untuk sewa lahan dan penyusutan alat.
Biaya ini ada yang langsung dibayarkan (seperti biaya benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja luar keluarga) dan ada biaya yang diperhitungkan (misalnya tenaga kerja dalam keluarga). Jumlah biaya variabel dan biaya tetap menjadi total biaya (total cost). Total penerimaan tunai usaha tani (total revenue) dihitung dengan mengalikan jumlah produk (quantum) dengan harga produk (price).
Pendapatan merupakan total penerimaan dikurangi jumlah biaya yang langsung diperhitungkan, sedangkan keuntungan (benefit) merupakan pengurangan total penerimaan dengan total biaya. Kelayakan usaha tani cabai dengan paket pengendalian OPT terpadu dilihat dari nilai imbalan penerimaan atas biaya atau perbandingan antara penerimaan dan total biaya (R/C ratio).
Kelayakan Usaha Tani Cabai
Secara umum semua paket teknologi PHT yang diaplikasikan memberikan keuntungan bagi petani dan secara ekonomi layak untuk dikembangkan. Usaha tani cabai yang menerapkan PHT 2 mendapatkan keuntungan tertinggi yaitu Rp 24.854.400,-/ha dengan R/C rasio sebesar 1,58. Nilai ini lebih besar dibanding usaha tani cabai yang menerapkan paket PHT 1 dan 3 yakni secara berurutan Rp 20.116.400,- (R/C rasio1,46) dan Rp 18.322.400,- (R/C rasio 1,42).
Pengendalian hama dan penyakit pada semua paket telah dimulai sejak persiapan benih dan lahan. Perendaman benih dalam larutan fungisida merupakan upaya untuk melindungi benih dari serangan jamur. Perlindungan dan pencegah serangan yang berasal dari hama maupun jamur tanah dilakukan dengan memberikan fungisida dan insektisida pada lahan yang akan ditanami cabai. Pengendalian berikutnya dilakukan dengan penggunaan mulsa hitam perak pada setiap paket.
Penyemprotan pestisida telah dimulai pada umur tanaman 3 minggu setelah tanaman (HST) dengan interval selama 5-7 hari sekali. Pada penerapan PHT 1 pestisida sistemik dan kontak digunakan secara bergantian secara berkesinambungan. Sehingga biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan pola tersebut. Penyemprotan pada PHT 2 dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sistemik dan biourine secara bergantian. Menariknya, biourine juga merupakan biopestisida yang bekerja secara sistemik. Sedangkan pada paket PHT 3, penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan kepemilikan modal yang mereka miliki dan cenderung memilih pestisida kontak dengan asumsi lebih cepat terlihat hasilnya.
Perbedaan pola pengendalian hama dan penyakit pada saat setelah tanam pada masing-masing paket menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan. PHT 1 yang menerapkan pengendalian hama dengan pergantian penggunaan pestisida sistemik dan kontak menunjukkan jumlah biaya pembelian pestisida tertinggi yaitu Rp 1.108.000,- diikuti oleh biaya penggunaan pestisida pada PHT 2 dan PHT 3 yaitu berturut-turut Rp 870.000,- dan Rp 850.000,-.
Pada penelitian ini, penggunaan biourine pada PHT 2 mampu mengurangi biaya pembelian pestisida sebesar 21% dan menghasilkan produksi 7% lebih banyak dibandingkan dengan PHT 1. Walaupun biaya pembelian pestisida pada PHT 3 jumlahnya hampir sama dengan PHT 2, tetapi produksi cabai pada PHT 2 lebih tinggi 9% dibandingkan dengan produksi pada PHT 3.
Harga biourine berkisar Rp 8.000- 10.000,-/ liter dengan kebutuhan 6 liter per satu kali interval penyemprotan. Jumlah ini membuat biaya penggunaan biourine menjadi lebih murah dibandingkan dengan pembelian pestisida kimia. Biaya pembelian pestisida berada pada kisaran harga Rp 50.000-100.000,- per 250-500 ml yang dapat dihabiskan sebanyak 2-4 botol per satu kali interval penyemprotan.
Nilai R/C rasio dari setiap paket PHT menunjukkan nilai > 1 artinya secara ekonomi menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Namun paket PHT 2 memiliki nilai R/C rasio yang paling tinggi sehingga paket ini paling direkomendasikan. Selain nilai R/C rasio yang tinggi, penggunaan biourine pada teknologi ini sangat relevan dengan konsep PHT. Penggunaan biourine pada paket PHT ini merupakan cara yang ditawarkan untuk pengendalian hama dan penyakit yang menguntungkan secara ekonomi dan ekologi. (WD’2024)
Sumber:
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pertanian Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0/ Alfayanti, Siti Rosmanah, Hertina Artanti, Harwanto. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2020.
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/9172