Lada merupakan salah satu komoditas penting dan menjadi salah satu primadona dalam komoditas perkebunan selain kelapa sawit, karet, dan kopi. Indonesia pernah menjadi negara peringkat pertama sebagai produsen lada dunia dan pada tahun 2017 kontribusi lada Indonesia terhadap lada dunia sebesar 19 persen. Agar bisa mempertahankan peringkat atau meraih kembali sebagai produsen tertinggi dunia, maka produksi lada harus ditingkatkan.
Banyaknya tanaman lada yang berumur tua dan dalam kondisi rusak, serta rendahnya populasi tanaman lada per hektar menjadi penyebab rendahnya produktivitas lada. Selain itu, benih yang digunakan bukan benih lada unggul dan bermutu serta belum bisa mengatasi serangan hama dan penyakit. Rendahnya produktivitas lada di tingkat petani disebabkan oleh rendahnya adopsi teknologi budi daya khususnya dalam pemanfaatan teknologi benih. Petani jarang yang melakukan persemaian dan pemakaian benih bersertifikat. Teknologi budi daya yang diimplementasikan masih konvensional. Petani belum melakukan pemupukan sesuai dengan jenis dan dosis, masih melakukan pemangkasan dan pemanenan dengan cara lama (turun temurun). Pada teknologi pengolahan, petani belum mempergunakan alat pengupas buah lada dan merendam buah di air kolong. Untuk itu, kinerja agribisnis lada perlu ditingkatkan dari sisi budi daya, mutu, serta tata niaga produk.
Optimalisasi Kinerja Agribisnis Lada
Peningkatan produksi lada dilakukan melalui penambahan luas areal berdasarkan pedoman teknis yang sudah dibuat oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dan peningkatan produktivitas berdasarkan good agricultural practices (GAP) dan good manufacture practices (GMP).
Peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara meningkatkan sosialisasi dan pemakaian bibit unggul yang sudah dirilis oleh Badan Litbang Kementan atau bibit lokal yang sudah memperhatikan mutu genetis, mutu fisik, dan mutu fisiologis. Jenis dan dosis pupuk hendaknya memperhatikan jenis tanah dan umur tanaman. Selain itu, disarankan untuk mempergunakan tajar hidup, karena bisa memperpanjang umur ekonomis tanaman lada.
Perubahan mekanisme pemasaran. Mekanisme ini dilaksanakan melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) mulai dari petani. Tujuannya agar petani tidak menjual dengan cara kiloan tetapi berdasarkan mutu produk yang dijual. Memperpendek rantai tata niaga dengan cara membuat kerjasama perdagangan antara petani dengan pedagang besar atau eksportir. Adapun perubahan lain yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kesejahteraan adalah petani tidak menjual lada dalam bentuk primer (utuh atau bubuk), melainkan dalam bentuk olahan untuk mendapatkan nilai tambah. Selain itu diperlukan penerapan kebijakan resi gudang dalam mengatasi fluktuasi harga.
Peningkatan mutu produk lada melalui kegiatan panen yang dilakukan berdasarkan usia atau umur panen yang ditandai dengan buah lada berwarna kuning sampai merah. Kegiatan pascapanen dilakukan dengan mempergunakan alat pengolahan dalam perontokkan, pengupasan, dan pengeringan lada. Agar mutu produk lada bisa lebih cepat ditingkatkan, diperlukan kebijakan akselerasi mekanisasi dalam bentuk kegiatan sosialisasi dan pengadaan alat pengolahan.
Dengan penerapan inovasi tersebut, diharapkan peningkatan produktivitas, kesejahteraan petani dan lada Indonesia mampu mempertahankan posisinya sebagai komoditas unggulan dan dapat kembali bersaing di pasar global. (WD 2025)
Sumber
Sulaiman, A.A. dan Darwis, V. (2018). Kinerja dan perspektif agribisnis lada dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Perspektif 17(1):52- 66. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/13683
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (2018). Kiat Berkebun Lada. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/5367
Lestari, M. (2025). Sinar Tani Edisi 4071 Hal. 3. Duta Karya Swasta.