Kisah guyub kebersamaan dan sinergi antar pihak telah merubah nasib petani yang awalnya kesulitan air serta pangan kini sukses menjadi petani bawang merah. Berawal dari konservasi lahan dengan membuat terasering dan pemanfaatan embung untuk pertanaman bawang merah MT2, petani Imogiri berhasil mengembangkan bawang merah dan mendapat harga bagus di pasaran. Teknologi embung menjadi kunci dari keberhasilan budi daya bawang merah lahan kritis di kabupaten Bantul. Embung di daerah Imogiri telah berkembang jumlahnya dengan berbagai ukuran yaitu 4x5 m 22 dan 4x6 m 2 dengan kedalaman 4-5 meter.
Pembuatan embung diawali survei dengan mempertimbangkan struktur tanah, kemiringan lereng, dan topografinya. Kelebihan lahan di Imogiri yaitu tanahnya liat (podsolik), tidak mudah longsor, batuannya bagus, memungkinkan dibangun embung. Di Imogiri Badan Litbang Pertanian (sekarang Badan Standardisasi Instrumen Pertanian atau BSIP) memberikan contoh pembuatan embung yang lebih kecil, bisa menampung air sebanyak 40-60 m 3 air saja.
Juwari Ketua Kelompok Tani Lestari Mulya, beserta petani di Dusun Nawungan, Imogiri sangat antusias membuat embung mini dengan ukuran bervariasi sesuai dengan luasan lahan pertanian yang dimiliki petani. Dari yang semula hanya 5 embung, kini berkembang jadi 514 embung. Juwari yang juga membuat sumur sendiri dengan kedalaman 60 meter.
Berkat embung, petani bisa tanam sepanjang tahun. Setahun bisa tiga kali tanam atau panen. Panen pertamanya (MT1) adalah panen padi pada musim hujan. Hujan di Imogiri biasanya pada bulan Desember, panen padinya pada bulan Febuari – Maret. Embungnya masih memiliki cadangan air penuh, digunakan untuk tanam bawang merah pada MT2, tidak perlu tambah air selama 60 hari. Setelah bulan Juli - Agustus, petani tanam bawang merah lagi, berikutnya baru mengisi air di embung dari sumur dalam
Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) yang saat ini berganti nama menjadi Balai Besar Pengujian Instrumen Sumber Daya Lahan Pertanian memberikan bantuan sumur dalam pada tahun 2020 untuk pengembangan baru wilayah sawah tadah hujan di Dusun Nawungan seluas 40 ha. Saking senangnya petani diberi bantuan sumur dalam, mereka secara swadaya membangun jalan usaha tani sepanjang 3 KM, kemudian juga membuat embung di lokasi sawah baru dan terasering.
Sinergitas Badan Litbang Pertanian (saat ini BSIP) bersama mitranya di daerah, para penyuluh, pemerintah daerah, perguruan tinggi, Bank Indonesia, dan dunia usaha, telah mengembangkan teknologi budi daya pertanian untuk menghasilkan sebuah produk pertanian yang efisien dan bernilai ekonomis tinggi.
Local wisdom yang berkembang di Imogiri yakni input pertanian hortikultura organik yang tinggi. Menghasilkan bawang merah yang sehat, bebas racun dan mikroorganisme patogen. Pengelolaan hama dan penyakit tanaman dilakukan secara alami. Petani menamakan bawang merahnya dengan sebutan Glowing (Gede, Lebih Original dan Berwawasan Lingkungan). Glowing (bahasa Inggris) berarti bersinar dalam Bahasa Indonesia.
Bawang merah menjadi favorit bagi bagi petani di Nawungan, Selopamioro, Imogiri. Dalam setahun, petani bisa menanam bawang merah dua kali pada musim kemarau, yakni pada MT2 dan MT3, dengan penghasilan yang cukup besar. Pada musim penghujan (MT), petani mewajibkan diri menanam padi. Juwari mengatakan “Tanam padi itu harus, untuk ketersediaan pangan setahun dan memperbaiki struktur lahan sehingga saat digunakan menanam sayuran hasilnya akan lebih bagus. "Dari tanaman padinya, Juwari bisa mendapatkan 6,5 ton gabah per ha. Cukup untuk persediaan pangan dalam setahun. Bahkan bisa lebih. Kita tidak menjual gabah, kecuali bila ada lebihnya”. Ekonomi masyarakat pun meningkat tinggi dengan adanya teknologi yang memungkinkan petani menanam bawang merah pada musim kemarau. Pendapatan bersih petani sekitar Rp 15 juta dari usaha budi daya bawang merah. Penyuluh pertanian di Imogiri, Lukito (56), mengatakan tanam bawang merah glowing alias gede, nggemeske, dan lebih ramah lingkungan sempat jadi ramai (viral) di masyarakat Bantul.
Petani juga didampingi penyuluh dan peneliti untuk diseminasi teknologi antisipasi menghadapi dampak perubahan iklim. Pendampingan dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatkan embung-embung yang ada di lahan petani, sehingga petani dapat mengairi lahannya dengan hemat air. Biasanya tanaman bawang merah disiram tiap hari saat pagi dan sore. Melalui inovasi baru, pengairan bawang merah hanya dilakukan pada fase tertentu. Pengairan dilakukan saat memasuki batang tanaman agak kuat, menyiramnya cukup dua hari dan tanaman disiram 2 kali sehari, sehingga air bisa dihemat untuk musim tanam berikutnya.
Perbaikan teknologi budi daya tanaman padi juga dilakukan dengan menggunakan benih unggul baru bersertifikat. Varietas padi yang diperkenalkan kepada para petani adalah Inpari 32 dan 42. Inpari 32 dan 42 punya daya tahan penyakit, dan berasnya pulen. Produktivitasnya di Imogiri bisa mencapai 6,5 ton per ha.
Penyediaan benih sumber untuk bawang merah juga terus diusahakan. Peneliti bersama petani telah mengembangkan pembenihan bawang merah dengan True Shallot Seed (TSS) atau dengan biji bukan umbi. Beberapa kelebihan TSS dibanding benih berupa umbi adalah daya simpan relatif lebih lama dan tanpa masa dormansi. Dengan demikian benih dapat tersedia sepanjang tahun, lebih hemat biaya produksi karena dapat mengurangi biaya kebutuhan benih, serta menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena bebas dari patogen tular benih. Selain itu, umbi berukuran lebih besar dan produksi lebih tinggi, kebutuhan akan volume benih lebih rendah, tidak memerlukan tempat penyimpanan yang lapang, dan harga benih TSS relatif stabil karena tidak dipengaruhi harga pasar
Kolaborasi untuk hilirisasi kegiatan diseminasi inovasi teknologi ini mendorong agar petani bisa menjadi penangkar. Kolaborasi dilakukan bersama dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Perbenihan Tanaman (BPSPT) di Yogyakarta, petani dan pemerintah daerah dan didukung pemerintah pusat.
Daftar Pustaka
Benih Biji Bawang Merah (True Seed of Shallot) di Indonesia. https://repository.pertanian.go.id/items/b2a13514-7a97-4c6c-b977-21a7f2784883
From Zero To Hero : Merajut Sinergi Terapkan Inovasi Pertanian dari Aceh hingga Papua. https://repository.pertanian.go.id/items/fdbb2957-0e56-42c6-a233-95edb5902a86