Penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak menimbulkan dampak kerugian cukup signifikan dari segi kesehatan ternak dan ekonomi peternak. Kerugian berupa penurunan produksi dan terhambatnya penjualan hewan serta produk turunannya. Pengenalan dan pengendalian PMK menjadi penting untuk diketahui sebagai sistem kewaspadaan dini dan upaya dalam pemberantasan penyakit tersebut.
PMK dikenal dengan berbagai nama diantaranya apthae epizootica (AE), aphtous faver, hingga foot and mouth disease (FMD). Agen utama penyakit PMK yaitu virus genus Apthovirus. PMK merupakan jenis penyakit yang bersifat infeksius dan akut serta penularannya sangat tinggi pada hewan berkuku genap atau belah.
PMK menjangkiti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan jenis-jenis hewan sebangsanya. Di Indonesia hanya ada satu tipe virus PMK, yaitu virus tipe O yang menyerang mulut dan kuku. Penyakit PMK dapat menyebar cepat di dalam hewan yang terinfeksi dan dapat menularkan kepada hewan berkuku genap/belah.
Penularan PMK dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau proses lewat makanan, minuman atau pada alat yang tercemar virus. Penyakit PMK sendiri tidak dapat menular kepada manusia sehingga daging dan susu asal ternak terinfeksi PMK aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Namun penyakit PMK dapat menyebabkan perubahan kualitas atau komposisi pada produk yang dihasilkan.
Penyebab penularan penyakit PMK melalui beberapa cara diantaranya kontak langsung melalui air liur, lendir hidung, dan serpihan kulit; sisa makanan atau minuman yang terkontaminasi; kontak tidak langsung melalui manusia (peternak); dan tersebar melalui udara. Penyakit PMK dikenal sebagai (airborne disease) yaitu dimana penyebarannya dapat terjadi melalui transmisi udara yang bersifat masiv dan cepat dalam waktu yang singkat. Penyebaran penyakit PMK pada ternak rentan terjadi terjadi di beberapa daerah secara cepat dan meluas dikarenakan lalu lintas hewan dan produknya dan kendaraan dan benda yang terkontaminasi virus PMK.
Penyakit mulut dan kuku menyebabkan penurunan produksi susu, penurunan berat badan, hilangnya efisiensi kerja pada hewan dan perubahan struktur kawanan. Virus PMK pada produk peternakan seperti daging dapat inaktif pada pemanasan dengan suhu 70 derajat C selama 30 menit sedangkan pada susu dengan metode pasteurisasi pada suhu 72 derajat C selama 15 detik. Proses rigor mortis pasca penyembelihan ternak dapat mendukung inaktifnya virus sebab pada proses tersebut daging mengalami penurunan pH pada kisaran dibawah 5,9 sehingga daging aman untuk dikonsumsi.
Hewan ternak yang terjangkit PMK dapat diketahui dengan melihat gejala suhu tubuh meningkat (dapat mencapai 41 derajat Celcius) lesu/lemah, enggan berdiri, dan pincang karena luka pada kuku. Produksi air liur berlebihan akibat luka di mulut. Nafsu makan berkurang, produksi susu menurun, bobot hidup berkurang, lepuh-lepuh pada bagian lidah, puting, bibir bagian dalam, gusi, kuku, dan tingkat kesakitan mencapai 100% . Penurunan nafsu makan dan produksi susu, yang berdampak pada produktivitas.
Morbiditas biasanya tinggi mencapai 100%, namun mortalitas/tingkat kematian untuk hewan dewasa biasanya sangat rendah, akan tetapi pada hewan muda bisa mencapai 50%. Pada pedet, dengan pemeriksaan pasca kematia , bisa ditemukan adanya perubahan pada otot jantung (myocardium) berupa garis-garis loreng, putih, abu-abu atau kekuningan.
Hewan yang diduga tertular PMK diuji laboratorium untuk menentukan status hewan tersebut apakah terjangkit PMK atau tidak. Pengujian deteksi virus dilakukan menggunakan RT-PCR, ELISA (identifikasi adanya infeksi secara serologi), dan deteksi antibodi terhadap Non Structured Protein (NSP). Spesimen yang diperlukan untuk mendeteksi virus yaitu cairan dari lepuh, sel epitel pada lepuh atau dapat mengambil cairan dari orofaring dan darah. Jika hewan sudah mati dapat diambil jaringan limpho glandula, thyroid, ginjal, limpa serta jantung. Spesimen yang akan diuji diharapkan sudah tersimpan dengan benar supaya uji laboratorium sesuai dengan kondisi hewan yang diuji .
Untuk memutus rantai penyebaran PMK perlu upaya pencegahan penularan dan penyebarannya. Perlu tata laksana biosekuriti yang bertujuan menjaga higienitas ternak dan kandang, yaitu berupa isolasi ternak yang sudah terjangkit, desinfeksi kandang dan lingkungannya, serta dekontaminasi peralatan kerja dan bahan-bahan yang dapat menularkan penyakit secara berkala.
Pengendalian penyakit PMK dilakukan dengan karantina dan pembatasan lalu lintas hewan sebagai upaya meminimalisir penyebaran penularan penyakit PMK antar ternak. Perlu diperhatikan pemasukan hewan ternak dari luar daerah, pembelian ternak dipasar hewan dari suatu daerah, peternak maupun pengunjung yang mendatangi kandang ternak sakit, biosecurity yang buruk dan transportasi.
Pemusnahan hewan tertular untuk menghilangkan sumber infeksi dan dekontaminasi kandang, peralatan, dan kendaraan menjadi salah satu upaya untuk pengendalian PMK. Vaksinasi diberikan untuk membentuk kekebalan pada hewan peka. Pemberian vaksin pada ternak merupakan langkah efektif dalam pemberantasan penyakit PMK yang bertujuan mencapai harapan terbentuknya herd imunity.
PMK penyakit yang bersifat merugikan dan berdampak negatif bagi ekonomi, sosial dan produktifitas ternak. Ancaman wabah penyakit PMK di Indonesia perlu mendapat perhatian dan pembelajaran khusus untuk semua kalangan terutama pelaku sektor peternakan, pemerintah serta masyarakat. Sinergisitas serta keterkaitan antar pihak memiliki peran penting dalam meningkatkan sistem kewaspadaan dini terhadap suatu penyakit dan sebagai upaya dalam pemberantasan penyakit PMK.
Sumber
Rohma,M.R., Zamzami,A., Putri U, H., Adelia K,H., Cahya W,D. National Conference of Applied Animal Science 2022). Kasus penyakit mulut dan kuku di Indonesia: epidemiologi, diagnosis penyakit, angka kejadian, dampak penyakit, dan pengendalian. e-ISSN 2808-2311. The 3rdNational Conference of Applied Animal Science2022. doi:10.25047/animpro.2022.331
Nursanni, B , Yulanto, D.M , Rahmadan, S., Pembinaan Desinfeksi Kandang pada Peternakan Rakyat Sebagai Upaya PencegahanWabah Penyakit Mulut dan Kuku . SAFARI :Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol. 2, No. 4 Oktober 2022e-ISSN: 2962-3995 ; p-ISSN: 2962-441X, Hal 101-108 https://jurnal-stiepari.ac.id/index.php/safarii
Direktorat Kesehatan Hewan. Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Seri Penyakit Mulut dan Kuku.2022 (PMK)https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/15777
Balai Penelitian Veteriner Banjarbaru. Penanganan dan Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). 2022. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/17376