Diversifikasi pangan sebagai salah satu target capaian di Kementerian Pertanian. Sumberdaya hayati yang melimpah merupakan peluang dalam keberhasilan program diversifikasi pangan. Budidaya talas beneng sebagai bahan pangan lokal sudah selayaknya terus digalakkan. Namun serangan hama dan penyakit masih menjadi kendala dalam budi daya dan pengendalian yang tepat merupakan hal yang perlu dilakukan. Pengendalian hama dan penyakit pada budi daya Talas Beneng dapat dilakukan secara sederhana. Apabila budi daya dilakukan secara polikultur dan konvensional dengan input bahan kimia yang minim, akan terbentuk pengendalian secara alamiah. Hal ini dapat terjadi karena keragaman spesies yang lebih tinggi sehingga jejaring rantai makanan lebih kompleks. Siklus ini menjadi penyangga terbaik untuk keberlanjutan suatu ekosistem yang stabil, sehingga keberadaan hama potensial masih dapat dikendalikan oleh musuh alami. Namun sebaliknya apabila usaha budi daya dilaksanakan secara monokultur, dalam areal yang luas serta membutuhkan input bahan kimia untuk mamacu produksi, maka risiko serangan hama dan penyakit akan lebih besar. Kondisi ini memerlukan pengendalian secara intensif dan terpadu.
Strategi pengendalian hama dan penyakit melalui konsep pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan melaksanakan budi daya tanaman sehat, melalui monitoring secara berkala satu seminggu sekali, serta pengendalian kultur teknis, fisik, hayati/biologi. Penggunaan pestisida kimia dapat dilakukan jika diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Pengendalian kultur teknis adalah pengendalian yang terkait dengan tahapan budi daya yang baik. Pupuk organik matang, benih yang sehat, pengaturan jarak tanam, pengendalian gulma, drainase, dan penentuan waktu panen harus diperhatikan dengan baik. Penggunaan pupuk organik akan meningkatkan keragaman dan kelimpahan mikroba tanah yang baik bagi tanaman. Selain itu, penggunaan benih yang sehat dan tidak terinfeksi penyakit serta tidak terinfestasi hama juga penting dalam budi daya tanaman yang sehat.
Pengendalian secara fisik dan mekanik merupakan pengendalian yang paling sederhana jika populasi hama dan penyakit masih rendah. Pemungutan telur, ulat, maupun penangkapan hama dapat dilakukan secara manual atau dengan alat seperti perangkap. Hama yang tertangkap selanjutnya dibunuh dan sisa tanaman yang terserang maupun serasahnya dibakar.
Pengendalian biologi atau hayati dengan memanfaatkan musuh alami atau agens hayati. Selain itu dengan pemanfaatan bahan kimia dari tumbuhan untuk mengendalikan hama maupun penyakit. Biopestisida yang mudah diracik sendiri dapat berasal dari biji dan daun tanaman seperti sirsak, srikaya, dan mindi, Penggunaan agens hayati seperti cendawan entomopatogen Beauveria bassiana, Metarhizium, dan virus NPV dapat mengendalikan ulat grayak. Sedangkan penggunaan Trichoderma spp. dapat mengendalikan penyakit tular tanah seperti rebah kecambah, busuk akar, dan layu.
Pengendalian kimia menggunakan bahan aktif pestisida sintetis merupakan alternatif pengendalian terakhir jika terjadi ledakan hama dan penyakit. Penggunaan pestisida kimia harus mengikuti kaidah 6 tepat yaitu tepat sasaran, jenis, dosis dan konsentrasi, cara, waktu, dan mutu. Informasi mengenai pestisida yang tepat dapat ditemukan pada label kemasan yang memuat informasi bahan aktif, cara kerja, komoditas, sasaran hama dan penyakit, dosis dan konsentrasi, serta volume semprot.
Dalam rangka mencapai hasil panen yang maksimal, pengendalian kultur teknis dan pengendalian secara fisik dan hayati harus diutamakan. Sedangkan pengendalian kimia harus digunakan hanya sebagai alternatif pengendalian terakhir. (DA’23)
Sumber:
Petunjuk Teknis Budidaya dan Pengolahan Talas Varietas Beneng/ Pepi Nur Susilawati, Zuraida Yursak, Sri Kurniawati, Andy Saryoko; Jakarta: BPTP Banten, 2021