Indonesia memasok 90% kebutuhan minyak nilam dunia. Namun demikian, produktivitas tanaman nilam di tingkat petani masih sangat rendah, jauh di bawah potensi hasil tiga varietas unggul yang mencapai lebih dari 300 kg minyak nilam/ha/tahun. Penyebab rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam antara lain ialah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Penurunan produksi akibat serangan bakteri ini mencapai 95%. Gejala layu bakteri diawali dengan rebahnya satu cabang atau pucuk tanaman di bagian atas, disusul dengan cabang lainnya di bagian bawah. Bila serangan sangat berat, batang tanaman membusuk.
Sebelumnya, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat telah menghasilkan tiga varietas unggul nilam yang mempunyai kadar dan mutu minyak tinggi, yaitu Lhokseumawe, Tapak Tuan, dan Sidikalang. Namun, berdasarkan hasil pengujian ketahanannya terhadap R. solanacearum, baik di rumah kaca maupun di lapangan, hanya varietas Sidikalang yang toleran terhadap layu bakteri.
Setelah melalui beberapa tahapan seleksi, seperti induksi mutasi in vitro dan iradiasi untuk meningkatkan keragaman genetik, diperoleh 17 somaklon yang tahan dalam kondisi laboratorium. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat telah menghasilkan dua varietas unggul nilam yang diberi nama Patchoulina 1 dan Patchoulina 2. Kedua varietas baru nilam ini toleran penyakit layu bakteri dan produksi minyaknya tinggi, masing-masing 356 dan 343 kg/ha/tahun.
Informasi ini merupakan salah-satu artikel yang tercantum dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian ---> Vol.36 No.5 Th. 2014 yang dapat dilihat di sini.