Perubahan iklim (climate change) menjadi acaman bagi lingkungan dan kehidupan kita saat ini, lantas usaha apa yang harus kita lakukan agar bumi bisa kembali hijau? Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang terkena langsung dampak dari perubahan iklim, namun di sisi lain, pertanian sedikit banyak justru ikut pula memberi kontribusi bagi terjadinya perubahan iklim. Komoditas Hortikultura di gadang-gadang sebagai salah satu penyebab meningkatnya Gas Rumah Kaca.
Pemakaian pupuk dan pestisida kimia menjadi salah satu faktor penyebabnya. Tantangan pertanian ke depan adalah mengembalikan kesuburan dengan cara memperbaiki dan mengembalikan kesuburannya. Salah satu langkah operasional pertanian ramah lingkungan yang dapat dilakukan adalah pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ramah lingkungan.
Dalam sebuah acara bertajuk Virtual Literacy “Pengelolaan OPT Hortikultura Ramah Lingkungan, melalui Penerapan PHT” Direktur Perlindungan Hortikultura Inti Pertiwi Nashwari mengungkapkan bahwa berbagai kebijakan sudah di rancang oleh Direktorat hortikultura salah satunya adalah Gedor Horti yang merupakan gerakan mendorong produksi daya saing dan ramah lingkungan hortikultura.
Ada 3 fokus utama dalam Gedor Horti yang pertama adalah gedor produksi dalam kegiatan ini meliputi Pengembangan kawasan hortikultura, manajemen pola tanam, pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan marginal, selanjutnya gedor daya saing dengan kegiatan registrasi kebun/lahan usaha, sertifikasi GAP / GHP, penanganan pascapanen, produk aman konsumsi serta integrasi kawasan berdaya saing.
Kemudian Gedor ramah lingkungan dalam kegiatan ini meliputi kegiatan pengelolaan Hama Terpadu (PHT) seperti bahan pengendali OPT ramah lingkungan, perangkap (likat kuning, feromon), Konservasi musuh alami kemudian pengembangan pertanian organik, mitigasi DPI yang merupakan salah satu usaha menurunkan Gas Rumah Kaca (GRK). Seluruh kegiatan gedor horti adalah untuk mendukung gratieks.
Salah satu usaha ramah lingkungan dalam budidaya hortikultura adalah penggunaan pestisida alami. Bonjok Istiaji dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mengungkapkan bahwa untuk menerapkan pengendalian hama terpadu ada 4 prinsip yang harus diperhatikan yang pertama adalah budidaya tanaman sehat, budidaya yang mencukupi kebutuhan tanaman, misal ketinggian lahan, tanah, air serta iklim, yang kedua adalah penerapan pemberdayaan musuh alami, fokus pada komponen agroekosistem bahkan unsur yang dianggap tidak penting tapi secara ekologis berperan, selanjutnya melakukan pengamatan berkala, yang terakhir adalah menempatkan petani sebagai ahli, dalam hal ini petani tahu pola pola serangan apakah dari dalam atau dari luar.
Sumber pestisida yang terbagi ke dalam beberapa kelompok yang pertama adalah golongan Insektisida bisa mengambil bahan dari daerah lain atau cari tanaman untuk, pengobatan biasanya tanaman yang dipakai sebagai obat dapat berfungsi sebagai insektisida, kemudian golongan fungisida dapat berasal dari minyak esensial, bahan-bahan yang tidak membusuk saat disimpan, bahan-bahan yang dipercaya untuk mengusir “makhluk halus” biasanya dapat berfungsi sebagai fungisida, selanjutnya golongan Herbisida dapat harus berhati-hati dengan biji gulma. Contoh lain adalah bambu dan jati.
Selanjutnya golongan bakterisida dapat menggunakan obat sakit perut, obat radang, hampir sama dengan fungisida, golongan Nematisida dapat berasal dari bagian volatil dari minyak esensial, bahan beraroma menyengat. Digunakan sebagai fumigan. Contoh, sisa-sisa tanaman kubis, selanjutnya Rodentisida. bahan berbau menyengat (memanfaatkan indra penciuman tikus yang tajam) selanjutnya adalah golongan antiviral: jamu untuk meningkatkan stamina, chitosan.
Agroekosistem adalah satu kesatuan yang saling mengait sehingga setiap tindakan intervensi perlu dirancang supaya tidak mengganggu harmoni keseimbangannya. Secara umum pestisida nabati kurang efektif dibanding pestisida sintetik namun peluang terjadinya resistensi organisme sasaran lebih rendah karena senyawa aktifnya banyak
Meski pestisida nabati terbilang aman penggunaan pestisida nabati tetap menimbulkajn dampak, dampak pada tanaman jarang ditemui bersifat fitotoksik namun perlu waspada pestisida nabati yang berbentuk minyak. Selanjutnya dampak pada entomopatogen dan agensia hayati dapat menghambat perkembangan tetapi tdak sampai mematika, untuk dampak pada predator dan parasitoid: kemungkinan selektif karena lebih banyak yang bersifat racun perut.Pada mikroba tanah dampaknya bersifat broad spektrum tetapi persistensinya rendah, sehingga dipekirakan pengaruhnya menengah, yang terakhir adalah dampak pada manusia dan satwa liar masih relatif aman.
Jika semua komponen mau berkomitmen untuk mengendalikan OPT secara alami maka pertanian ramah lingkungan akan terwujud tanpa khawatir adanya kerusakan atau ketidakseimbangan ekosistem. (Shintawati Octaviani)