Judul Buku | : |
Ulat Grayak, Spodoptera spp. : Hama Polifag, Bioekologi dan Pengendaliannya |
Penulis | : | Prabaningrum, L. dan Moekasan, T.K. |
Penerbit | : | IAARD Press |
Tahun Terbit | : | 2022 |
Jumlah Halaman | : | 124 p. |
Link Akses | : | https://repository.pertanian.go.id/server/api/core/bitstreams/11818175-f992-4ebb-9447-ed028e2d8406/content |
Ketersediaan pangan yang cukup merupakan unsur penting dalam membangun ketahanan pangan. Untuk mencapai hal tersebut, optimalisasi produksi pertanian melalui tanaman yang sehat dan produktif harus diupayakan. Namun berbagai kendala terlebih gagal panen akibat dipengaruhi perubahan iklim semakin memicu meledaknya hama dan penyakit.
Hama ulat grayak Spodoptera spp. merupakan hama yang sangat polifag dengan spektrum tanaman inang yang sangat luas. Selain itu, memiliki kemampuan adaptasi, mobilitas dan fekunditas serta kemampuan menjadi resisten. Sifatnya yang rakus memakan seluruh bagian tanaman sehingga ulat grayak ini dikenal sebagai hama paling merusak dan merugikan. Pemberantasan hama dengan cara kimia sudah tidak dianjurkan karena cara ini tidak efektif dalam jangka panjang. Pengaruh perubahan iklim juga memengaruhi siklus dan metabolisme hama, sehingga populasi mereka semakin meningkat dan sulit untuk dikendalikan.
Buku yang bertajuk ” Ulat Grayak, Spodoptera spp.: Hama Polifag, Bioekologi dan Pengendaliannya” ini memberi petunjuk pengendalian dengan mengenali bioekologi dan melalui pengelolaan hama terpadu (PHT) yang efektif dan efisien serta mengutamakan cara pengendalian yang ramah lingkungan.
Dalam pendahuluan buku ini dipaparkan latar belakang berkembangnya ulat grayak yang ditemukan di Indonesia serta bioekologinya, sebagai langkah dasar menyusun strategi pengendalian yang efektif.
Pada bab 2 diuraikan tentang bioekologi ulat grayak. Lima jenis ulat grayak dibahas secara rinci tentang sebaran, tanaman inang serta daur hidup. Kelima jenis ulat grayak yang dibahas yaitu ulat grayak litura (S. litura), ulat grayak eksigua (S. exigua), ulat grayak eksemta (S. exempta), ulat grayak Mauritia (S. mauritia) dan ulat grayak jagung (S. frugiperda).
Pengendalian ulat grayak yang umum dilakukan dan dampak yang ditimbulkan dibahas dalam bab selanjutnya. Cara lama yang umum dilakukan dengan pengendalian secara kimia yang terus menerus dan dosis tinggi akan membuat hama semakin resisten dan cenderung merusak lingkungan. Resistensi hama ulat grayak di berbagai lokasi serta mekanisme terjadinya resistensi dibahas dalam bab 3.
Komponen teknologi pengelolaan hama terpadu Spodoptera spp. dibahas dalam bab 4, antara lain pengendalian kultur teknis, penggunaan varietas tanaman tahan hama, pengendalian hayati, pengendalian secara fisik, mekanik serta kimiawi. Bab 5 menjelaskan tentang beberapa penerapan pengelolaan hama terpadu ulat grayak yang telah dilakukan di beberapa lokasi.
Komponen teknologi pengendalian ulat grayak, penerapannya serta tantangan yang dihadapi dalam penerapan PHT diuraikan pada bab 6. Bab 7 sebagai penutup menjelaskan bahwa teknologi pengendalian hama secara terpadu harus terus disosialisasikan dengan berbagai cara agar manfaatnya segera bisa dirasakan oleh masyarakat dan dampaknya terhadap ketersediaan pangan yang cukup serta aman bagi kesehatan dan lingkungan.
Buku ini disajikan secara sistematis dilengkapi dengan tabel dan gambar, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami isinya. Sangat cocok untuk dijadikan referensi karena banyak mengupas komponen PHT yang mengedepankan cara-cara pengendalian hama yang ramah lingkungan. Diharapkan buku ini dapat menjadi sumber pengetahuan untuk menekan kerugian yang ditimbulkan oleh hama ulat grayak melalui pengelolaan hama terpadu.(DA’23)