Judul Buku : Solusi SYL Memenuhi Kebutuhan Pembiayaan Pertanian Melalui Optimalisasi KUR
Penulis : Sudi Mardianto dkk.
Penerbit : Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Kota terbit : Jakarta
Tahun terbit: 2022
Jumlah hal. : 70 p.
Tautan : https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/19860
Salah satu aspek penting dalam melaksanakan dan mengembangkan usaha adalah permodalan. Petani seringkali menghadapi keterbatasan untuk mengakses lembaga perkreditan karena persyaratan agunan (collateral). Bagi petani, modal merupakan suatu instrumen yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh akses atau memperluas kontrol terhadap sumber daya lainnya. Menurut Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menjadi kerisauan adalah terbatasnya dukungan permodalan petani dari lembaga keuangan formal. Hal ini menjadikan salah satu penyebab petani dan usaha pertanian skala kecil sulit untuk bisa “naik kelas” (baca: berkembang) dan menjadi petani yang mandiri. Mandiri berarti mewujudkan kemandirian petani dalam menjalankan usaha taninya, termasuk dalam pembiayaan usahataninya dengan memanfaatkan sumber pembiayaan dari non APBN. Dalam kaitannya dengan itu, SYL berencana mengoptimalkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai salah satu sumber pembiayaan yang memang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di semua sektor, termasuk sektor pertanian. Sasaran KUR adalah debitur.
Pada awal tahun 2020, SYL mendorong Direktorat Jenderal dan Badan (Ditjen/Badan) di Kementerian Pertanian untuk memanfaatkan KUR dalam pelaksanaan program dan kegiatannya. Pada bulan Desember 2022 realisasi penyaluran KUR di sektor pertanian telah mencapai Rp 104,6 triliun dan telah melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 90 triliun dengan jumlah debitur mencapai 2,54 juta debitur. ini berarti telah banyak pelaku UMKM pertanian (termasuk petani) yang terlayani KUR dan merupakan indikasi awal upaya mewujudkan petani “naik kelas” dan mandiri. Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya-upaya sosialisasi skema KUR yang sangat masif melalui jaringan dinas pertanian pada tingkat kabupaten/kota hingga kelompok tani, identifikasi prospektif calon penerima KUR sektor pertanian dan sinergi dengan bank penyalur KUR, serta pendampingan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
Dalam buku ini diuraikan informasi mengenai strategi yang dilakukan oleh SYL dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pertanian melalui optimalisasi KUR. Pembahasan mengenai upaya untuk mewujudkan petani naik kelas dan mandiri secara berkelanjutan diuraikan secara lebih detil dalam bagian pertanian maju, mandiri, modern; petani (harus) “naik kelas”; dan petani (harus) mandiri. Pada bagian selanjutnya dibahas KUR sebagai salah satu energi pembangunan pertanian dengan sub topik pembahasan, yaitu: 1) KUR sebagai mesin penggerak perekonomian nasional dan 2) skim KUR sebagai sumber pembiayaan yang berpihak ke petani. Seterusnya, bagian KUR bergerak, petani tergerak menguraikan sub topik capaian penyaluran KUR sektor pertanian, kontribusi KUR terhadap kinerja sektor pertanian, KUR mendongkrak kinerja usaha pertanian, dan tantangan implementasi KUR sektor pertanian. Pada bagian pembelajaran manajemen SYL dalam pembiayaan pertanian dibahas keberhasilan manajemen SYL, optimalisasi manajemen SYL, dan menjaga keberlanjutan KUR pertanian.
Buku ini memotivasi pembaca agar meniru keberhasil SYL dalam membantu petani kecil untuk mengatasi kendala permodalan. Upaya itu telihat dari keberhasilannya dalam melampaui target realisasi KUR yang telah ditetapkan. Harapannya, petani dapat mengakses input-input dalam budi daya pertanian, sehingga dapat menjadi petani yang maju, mandiri dan modern. Buku ini dilengkapi dengan berbagai gambar, grafik, dan tabel yang memungkinkan pembaca mengerti kandungan informasinya dengan lebih mudah. (BEWE)