Judul Buku : Petunjuk Teknis Pemberian Pakan dari Limbah Tebu & Pembuatan Kompos
Penulis : Sasongko Wijoseno Rusdianto, dkk.
Penerbit : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
Kota terbit : Mataram
Tahun terbit : 2017
Jumlah hal : 21 p.
Tautan : https://repository.pertanian.go.id/server/api/core/bitstreams/84eb66b5-6d9a-42e7-9121-dd273ac0ee00/content
Pada daerah kering seperti Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat usahatani tebu rakyat hanya dapat ditanami tanaman pangan 1-2 kali setahun. Pengembangan tanaman tebu belakangan ini menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat karena berdirinya pabrik gula di Kecamatan Pekat. Tingginya biaya produksi dan harga-harga saprodi memerlukan strategi usahatani yang mengarah pada efisiensi. Sistem integrasi usahatani tebu dengan usaha ternak sapi menghasilkan limbah dalam bentuk pupuk organik dan pakan. Daun klentekan, sogolan (hasil penjarangan) dan pucuk tebu (sisa panen) adalah limbah sisa panen yang dalam 1 ha tanaman tebu menghasilkan 3,8 ton bahan kering. Limbah ini mampu menampung 3 ekor sapi dengan berat rata-rata 210 kg per ekor per tahun. Sebaliknya ternak sapi menghasilkan limbah seperti kotoran (feses) dan air kencing (urin); kedua bahan ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Pada bahasan terkait manajemen umum pemeliharaan ternak sapi diuraikan sistem pemeliharaan sapi yang dapat dibedakan menjadi sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem pemeliharaan ekstensif dilakukan di daerah-daerah yang memiliki lahan penggembalaan masih luas. Pada sistem ini kotoran sapi akan tercecer di berbagai tempat, sehingga sulit untuk mengumpulkan kotoran.. Sistem pemeliharaan semi intensif dilakukan dengan penggembalaan setengah hari dan setengah hari berikutnya dipelihara di dalam kandang. Sedangkan sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan sapi di dalam kandang sepanjang hari, sehingga pemanfaatan limbah (kotoran sapi dan urin) dapat lebih mudah dikumpulkan untuk diproses menjadi kompos atau pupuk organik cair. Selain sistem pemeliharaan, dalam bagian ini dibahas pula tentang perkandangan, bangunan kandang dan kelengkapan kandang sapi. Dalam bagian selanjutnya disampaikan manajemen penyediaan dan pemberian pakan sapi yang meliputi pemanfaatan limbah tanaman tebu, pemberian pakan pada sapi dan penyimpanan limbah tebu.
Bagian berikutnya adalah manajemen pengelolaan limbah sapi. Dalam bagian ini dibahas pengelolaan kotoran dan sisa pakan sapi serta pembuatan kompos. Proses ini dapat menurunkan C/N ratio pada bahan yang diurai, membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri patogen, dan membentuk produk yang seragamyaitu pupuk organik. Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa sekam, serbuk gergaji dan bahan lain) sebanyak 5%, abu dapur (10%), bakteri starter (0,25%) dan kapur (2%). Proses pembuatannya diawali dengan membiarkan kotoran sapi (feses dan urin) selama 1 minggu agar kadar air menurun hingga 60%. Lalu kotoran dipindahkan ke lokasi satu dan dicampur merata dengan jerami padi, abu dapur, kapur dan bakteri starter. Setelah satu minggu tumpukan dipindahkan ke lokasi kedua dengan cara diaduk/dibalik secara merata. Pada tahap ini peningkatan suhu bisa mencapai 70OC. Terakhir, kompos yang diperoleh telah siap digunakan.
Dalam buku ini pemanfaatan limbah integrasi tanaman tebu dengan sapi telah diuraikan dengan jelas. Jenis dan proses pemanfaatan dari masing-masing limbah dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Informasi yang disajikan dilengkapi dengan ilustrasi, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami dan mengaplikasikannya. Apabila dalam buku ini ditambahkan dengan analisis ekonominya, maka akan memberikan keyakinan bagi pembaca untuk mengikutinya. (BEWE, 2023)