Judul | : |
Panen Air Menuai Kesejahteraan Petani |
Pengarang | : |
Andi Amran Sulaiman dkk. |
Penerbit | : |
IAARD Press |
Tahun | : | 2018 |
Jumlah Halaman | : | 156 p. |
Link | : | https://repository.pertanian.go.id/items/304b2b4f-15be-4b72-b09d-11b9ad05b723/full |
Kelangkaan air menjadi hal yang menyeramkan dalam setiap kehidupan, juga dalam sektor pertanian. Perubahan iklim yang berdampak pada kekeringan merupakan ancaman dalam budi daya pertanian. Sementara, air yang melimpah saat musim hujan berpotensi dimanfaatkan disaat terjadi kelangkaan air serta kekeringan. Memanfaatkan air hujan di saat musim kemarau bisa dilakukan sebagai upaya panen air (water harvesting). Sawah tadah hujan yang tersebar di Indonesia sekitar 4 juta hektar berpotensi dalam peningkatan intensitas tanam dengan memanfaatkan cara-cara water harvesting. Ini merupakan contoh praktik pertanian berkelanjutan. Ketersediaan air yang cukup memungkinkan petani lahan kering mampu menanam lebih dari satu kali dalam setahun sehingga kesejahteraan petani meningkat.
Buku yang bertajuk “Panen Air Menuai Kesejahteraan Petani” ini terdiri dari 5 bagian, yang membahas secara komprehensif tentang konsep panen air (water harvesting) dan penyalurannya ke lahan-lahan pertanian. Bab pertama membahas panen air dan swasembada pangan. Kementerian Pertanian (Kementan) menyajikan pengalamannya dalam berkontribusi melaksanakan panen air untuk mendukung upaya khusus swasembada pangan berkelanjutan dengan menyediakan Alat Mesin Pertanain (Alsintan) dan benih bermutu. Bersinergi dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dalam program bersama membangun tampungan air dimulai tahun 2016.
Kebijaksanaan serta strategi konservasi dan panen air, dibahas dalam bab 2 yang mengupas lebih dalam tentang bentuk kebijakan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; kebijakan pemanenan air melalui pembangunan pertanian; penerapan teknologi hemat air; dan peningkatan partisipasi masyarakat serta pengembangan dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air. Selanjutnya dalam bab 3, membahas bagaimana pengembangan lahan tadah hujan 4 juta hektar melalui pembangunan infrastruktur yang berfungsi menampung air, seperti bendungan, waduk, dam parit, sungai-sungai kecil, embung ataupun water long storage, pompanisasi air permukaan, pemanfaatan dan pengelolaan air tanah; pemanfaatan air secara efisien melalui irigasi; dan peningkatan intensitas pertanaman dan produksi pertanian.
Nilai ekonomi air dan pendapatan petani disampaikan dalam bab 4. Dimana dengan peningkatan nilai ekonomi air berkontribusi pada peningkatan pendapatan petani. Peningkatan kesejahteraan petani dapat dilihat dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP).
Terakhir dalam bab 5, membahas tentang pengembangan embung. Persentase terbesar lahan yaitu topografi lahan bergelombang/berbukit serta sawah tadah hujan dan irigasi sederhana. Pembangunan embung lebih sesuai dengan kondisi lahan tersebut, juga adanya efisiensi biaya dalam pembuatannya dibanding membangun waduk. Pembangunan embung merupakan solusi permanen untuk mengatasi resiko kelebihan dan kekurangan air khususnya di sentra produksi pangan.
Buku ini dapat digunakan sebagai referensi dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pemanfaatan bangunan panen air untuk peningkatan produksi pangan. Selain itu, juga mendukung upaya mitigasi dampak dari perubahan iklim. (DA’23)