Suryanto Pekan, peternak sapi dari Kelompok Tani Batu Purung, Desa Poopo, kecamatan Ranoyapo, Kabupaten Minahasa Selatan menjadi sukses setelah menerapkan inovasi dari Kementan. Kisah itu terjadi pada tahun 2015 atau 2,5 tahun setelah dia mengubah seluruh cara-cara beternaknya. Dengan pemeliharaan sapi modern, dalam waktu singkat, usaha ternaknya untung berlipat-lipat.
Kisah sukses Suryanto tentu tidak datang begitu saja. Usaha ternak sapi yang digelutinya adalah warisan dari orang tua. Setiap harinya ternak digembalakan di padang rumput. Setelah dirasakan cukup besar atau cukup umur, sapi-sapi itu di bawa ke pasar untuk dijual. Siklus ini berputar terus dari tahun ke tahun, tanpa banyak perubahan.
Awal perubahan dimulai pada tahun 2014. Tatkala para peneliti dari BPTP Sulawesi Utara atau sekarang dikenal dengan Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BPSIP Sulut) di antaranya adalah Paulus C. Paat yang akrab dipanggil Pak Paul hadir untuk mendiseminasikan inovasi sistem penggemukan sapi dengan cara perkandangan yang menggunakan sistem tower jerami. Hampir semua peternak awalnya ragu dengan sistem tersebut. Sistem penggembalaan tersebut dirasakan peternak akan merepotkan karena harus menyediakan jerami, sedangkan mereka merasa sayang kalau harga sapi yang mahal diberi pakan campuran jerami
Di Minahasa Selatan - Sulawesi Utara, penggemukan umumnya luar dilakukan masih secara ekstensif di luar perkandangan dengan pakan seadanya, sehingga memerlukan waktu panjang sampai setahun lebih. Hasil kajian melaporkan bahwa pertambahan bobot badan (PBB) harian sapi potong yang diberi hijauan pakan lokal di Sulut dengan sistem pemeliharaan ikat pindah adalah antara 150-300 gr/ekor per hari. Peternak tidak pernah berpikir kalau di kandang, dengan asupan pakan yang cukup, bisa mempercepat pertambahan berat badan sapi.
Beranjak dari kondisi ini, BPTP Sulut bertekad untuk memperbaiki seluruh inovasi peternakan penggemukan sapi. Inovasi pertama yang dikenalkan adalah teknologi pakan untuk penggemukan sapi yang berbasis bahan lokal dengan harga murah dan mampu mempercepat pertambahan bobot badan harian (PBHH) per ekor sapi lokal hingga lebih besar dari 600-800 g per ekor. Pakan penggemukan sapi ini dinamakan FPS-01 yang telah dilakukan oleh Kelompok Tani Batu Kurung di desa Poopo, sejak September-Oktober 2015.
Menurut Paul, bahan baku dari formula ini dari bahan lokal yakni: jerami padi sebagai hijauan, bahan konsentrat dari dedak padi, tepung jagung, mineral lengkap, dan Nitrogen (urea). Jerami padi menjadi pakan basal tunggal yang diberikan secara tidak terbatas (ad libitum) dalam Tower Jerami Otomatis. Analisis keuntungan usaha melalui usaha penggemukan sapi dengan teknologi pakan FPS-01 dikalkulasi dapat meningkatkan pendapatan sampai 19,50%.
Rancangan untuk melihat tren perubahan bobot badan sapi adalah Rancangan Monitoring Tren. Satu formula pakan komplit penggemukan sapi dinamakan FPS-01 yang diuji, dengan komposisi: 50% jerami padi amoniasi, 50% konsentrat komplit berbahan lokal. Komposisi konsentrat komplit: dedak padi 59%, tepung jagung 40%, dan mineral lengkap 1%. Sebagai subjek digunakan 11 ekor sapi potong bobot badan awal rata-rata 376 kg ditempatkan pada kandang individu. Hasil analisis tren kenaikan bobot badan yang diamati pada 3 titik waktu interval 2 minggu adalah berat awal pada minggu ke 0 = 376,0 kg, minggu ke 2 = 409,0 kg; dan minggu ke 4 = 435,0 kg. Pertambahan bobot badan pada 2 minggu pertama adalah 2,36 kg/ekor/hari sementara pada 2 minggu ke dua adalah 1,85 kg/ekor/hari.
Pertambahan bobot badan rata-rata selama 28 hari pengamatan adalah 59 kg/ekor dengan rata-rata pertambahan bobot badan harian 2,11 g/ekor/hari dengan koefsien rasio konversi pakan 6 yang artinya dibutuhkan 6 kg BK pakan FPS-01 untuk menaikkan 1 kg bobot hidup sapi penggemukan. Dengan nilai koefsien BCR sebesar 1,63 berarti bahwa setiap menanamkan investasi Rp 1000,- maka akan diperoleh keuntungan Rp 1.630, sehingga usaha ini layak untuk dilakukan, untuk asumsi lama penggemukan 28 hari dalam kajian ini.
Paul menggambarkan, seandainya peternak masih memiliki waktu dan modal untuk menambah waktu penggemukan misalnya sampai 2 bulan atau lebih dengan asumsi masih terjadi pertambahan bobot badan harian yang sama maka akan diperoleh pertambahan keuntungan dengan nilai BCR.
Setelah melihat keberhasilan yang dialami oleh Suryanto, banyak petani kemudian termotivasi untuk ikut menerapkan inovasi teknologi dari BPTP Sulawesi Utara (WD’2024)
Sumber:
From Zero To Hero Merajut Sinergi Terapkan Inovasi Pertanian dari Aceh hingga Papua/ Penulis Naskah, Setia Lesmana, Mukhlis, Ahmad Soim, Gesha Yuliani Natasya. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Bogor. 2021
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/15131