Budi daya padi di sawah tadah hujan (STH) yang tepat berpotensi meningkatkan produktivitas padi. Rekomendasi pemilihan varietas unggul, penyiapan lahan, sistem penanaman, pengendalian gulma, pemupukan berimbang sesuai standar, dan pengendalian hama penyakit terpadu merupakan strategi yang bisa diterapkan untuk menjadikan sawah tadah hujan sebagai lumbung pangan kedua bagi Indonesia.
Lahan sawah tadah hujan tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, namun demikian rata-rata produksi baru mencapai 3,0 t/ha hingga 4,0 t/ha, hal ini disebabkan ketidakpastian intensitas dan distribusi curah hujan, padahal produksi masih bisa ditingkatkan mencapai 7,5 t/ha. Namun demikian dengan produksi dapat ditingkatkan dengan dikombinasikan dengan pengelolaan air yang efisien dan teknologi budi daya yang tepat.
Strategi budi daya padi produksi tinggi untuk daerah sawah tadah hujan adalah sebagai berikut
Pemilihan Varietas Padi Unggul yang Tepat
Varietas yang sesuai dengan agroekosistem sawah tadah hujan menjadi kunci utama untuk meningkatkan hasil padi.
Tipologi sawah tadah hujan |
Jenis padi |
Ketinggian < 700 m dpl |
Inpari 10 Laeya, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 33, Inpari 32 HDB, Inpari 22, Inpari 38, Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR dan Silugonggo |
Ketinggian lahan 700-2000 m dpl |
Inpari 26, Inpari 27, Inpari 28 Kerinci, Batutegi, Sarinah, Towuti |
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan dapat dilakukan pada musim kemarau, disesuaikan dengan kondisi tanah, ketersediaan air dan lingkungan:
(1) Tanpa Olah Tanah (TOT) dengan cara:
(a) Lahan dibersihkan dari gulma dengan cara disemprot dengan herbisida pra-tanam dengan bahan aktif metsulfuron, etil klorimuron, dan 2,4 D natrium atau 2,4-D dimetil amina atau glifosat atau paraquat diklorid atau Triasulfuron. Cara aplikasi:
- lahan dalam kondisi kering
- aplikasi herbisida sesuai dengan dosis anjuran
(b) Lahan dibiarkan hingga gulma/rumput menguning/mengering dan akar gulma sudah mati. Beberapa herbisida seperti round-up memerlukan waktu sekitar 5 hari hingga perakaran mati, namun untuk herbisida kontak seperti Gramoxone, hanya memerlukan waktu 1 hingga 2 hari hingga gulma mati.
(2) Olah Tanah Kombinasi (Kering dan Basah) dengan keuntungan :
- Olah tanah dalam kondisi kering dengan menggunakan mesin seperti wheel tractor (traktor roda) memberikan hasil olah lebih dalam;
- Waktu penyiapan lahan lebih pendek sehingga mempercepat proses budidaya dan meningkatkan indeks pertanaman per tahun;
- Menghemat jumlah air yang digunakan untuk pengolahan tanah jika dibandingkan dengan pengolahan tanah sempurna
Tahap-tahap penyiapan lahan:
- Penyemprotan herbisida pra-tanam setidaknya 5 hari sebelum pengolahan tanah pertama.
- Penyiapan lahan dengan cara olah kering menggunakan wheel tractor (traktor roda) dengan bajak singkal (piringan) dalam kondisi kering tanpa air
Sistem Penanaman - Sebar Benih Langsung (Tabela)
Untuk menyiasati kelangkaan tenaga kerja dan tidak memerlukan persemaian dapat menggunakan sistem tanam Tabela Basah. Penyiapan lahan dilakukan pada kondisi permukaan tanah agak keras dan tidak terlalu melumpur, untuk mengurangi resiko benih akan terendam di dalam lumpur.
- Hambur/sebar atau sebar benih langsung dengan tangan (manual broadcasting)
- Hambur/sebar benih dengan menggunakan alat tanam benih langsung (atabela) atau drum seeder, dimana atabela dapat berfungsi dengan optimal pada lahan sawah dengan kedalaman lapisan olah tanah kurang dari 20 cm.
Pengendalian Gulma
Gulma dapat dikendalikan, baik dengan cara kimiawi menggunakan herbisida, maupun dengan cara manual (atau mekanik) maupun menggunakan alat sederhana seperti gasrok, serta menggunakan mesin seperti power weeder. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan aplikasi herbisida menjadi satu alternatif yang penting untuk dikembangkan. Aplikasi herbisida bisa dilakukan sebanyak 3 kali:
- Pra-tanam dilakukan 7 hari sebelum tanam atau pada saat pengolahan tanah kedua
- Herbisida selektif pra tumbuh hari ke-3 setelah sebar, benih mulai berkecambah; dan
- Herbisida puma tumbuh diberikan ketika tanaman sudah memiliki sekitar 2-3 daun atau sekitar umur 14 hss.
Pengendalian gulma secara manual : (a) 14 hari setelah sebar atau ketika bibit memiliki 2 hingga 4 daun; dan (b) Penyiangan pada umur 28 hst. Penyiangan mekanik, selain manual dengan tangan, bisa juga dilakukan dengan menggunakan gasrok.
Pemupukan Berimbang
Penentuan takaran N, P dan K dilakukan melalui pendekatan padi sawah irigasi berdasarkan uji tanah dapat menggunakan alat Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), sedangkan pemberian pupuk N susulan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Namun jika alat perangkat tersebut tidak tersedia, penentuan dosis dan waktu pemupukan juga dapat diberikan berdasarkan rekomendasi dari Layanan Konsultasi Padi https://webapps.irri.org/id/lkp.
Pemupukan di lahan sawah tadah hujan meliputi dosis pupuk NPK 15-15-15 sebanyak 350 kg/ha dan 150 kg Urea/ha. Pupuk diaplikasikan 3 kali, masing-masing dengan dosis:
- Aplikasi ke-1: pada umur 10-15 hari setelah sebar dengan dosis 150 kg NPK dan 50 kg Urea/ha
- Aplikasi ke-2: pada umur 28-35 hari setelah sebar, dengan dosis 100 kg NPK dan 100 kg Urea.
- Aplikasi ke-3: pada um ur 45-55 hari setelah sebar, dengan dosis 100 kg NPK.
Pengendalian Hama Penyakit Terpadu
Jenis hama dan penyakit utama padi di lahan sawah tadah hujan antara lain tikus dan wereng coklat serta virus tungro.
- Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan pemasangan LTBS (Linear Trap Barrier System) dan TBS (Trap Barrier System).
- Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan penanaman varietas tahan wereng coklat (Inpari 19, Inpari 13, Inpari 33, Inpari 42 Agritan GSR).
- Pengendalian virus tungro dilakukan dengan penanaman varietas tahan (Inpari 7 Lanrang, Inpari 8, Inpari 9 Elo) serta pergiliran vareitas padi, dan melakukan tanam serempak minimal pada luasan 50 ha.
Sumber informasi:
Rekomendasi Budidaya Padi Untuk Berbagai Agroekosistem Cet. 2./ Sasmita, Priatna, dkk. 2022
https://repository.pertanian.go.id/items/c880a04e-6a7a-4d22-8f15-b6770b7d31a5