Kamis, 14 April 2022, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) mengadakan Virtual Literacy Live in Action Teknologi Pertanian yang mengangkat tema “Mudahnya Budi Daya Kedelai Unggul”. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala PUSTAKA, Gunawan. Dalam sambutannya, Gunawan menyampaikan bahwa beberapa varietas unggulan hasil inovasi Kementerian Pertanian telah banyak diaplikasikan oleh petani. Dalam pelaksanaan Virtual literacy kali ini dihadirkan teknologi budi daya kedelai dari dua wilayah berbeda jenis tanah dan sistem penanamannya. Wilayah pertama yaitu Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan yang merupakan sawah tadah hujan dan untuk wilayah kedua berada di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan yang merupakan lahan bekas tambang pasir. Tujuan diadakannya kegiatan ini untuk memotivasi para petani agar berminat untuk menanam kedelai. Selama ini, bayangan petani biaya produksi untuk menanam kedelai tinggi dengan hasil yang tidak seimbang.
Pada kesempatan kali ini ada empat narasumber yang dihadirkan yaitu, pertama Abdulah Taufik, peneliti Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi); kedua Mulyadi, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kabupaten Grobogan; ketiga Karsid, PPL Kabupaten Kuningan; dan keempat Iwan Gunawan, petani kedelai Kabupaten Kuningan. Kegiatan Virtual literacy ini dihadiri sekitar 250 orang, baik petani, penyuluh maupun masyarakat umum. Abdullah Taufik menyampaikan kunci utama budi daya kedelai di antaranya, pengelolaan air dan pemupukan yang tepat. “Kedelai tergolong tanaman yang tidak terlalu suka air, sehingga biasanya cocok ditanam di sawah tadah hujan. Pada prinsipnya, kedelai dapat ditanam pada berbagai kondisi tanah, baik tanah normal, tanah masam, tinggal disesuaikan perlakuan pemupukan sebelum tanam agar pH tanah menjadi normal,” jelas Taufik. Budi daya kedelai di Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan dilakukan oleh Kelompok Tani Margo Husodo. Di wilayah ini kedelai ditanam di lahan kering (tadah hujan) dengan sistem kedelai ‘methuk’ jagung yang dimulai pada tahun 2012. Keuntungan teknologi kedelai methuk jagung yang dirasakan manfaatnya oleh para petani, yaitu frekuensi panen lebih cepat, para petani menanam kedelai tidak monokultur, tanam empat kali dalam setahun terdiri atas jagung dipethuk dengan kedelai dan jagung dipethuk dengan kacang ijo.
Dilakukan juga wawancara dengan iwan seorang petani milenial dan juga PPL. Sesi wawancara cukup menarik karena dilakukan secara live di Kawasan Agrowisata yang berada di Kuningan. Iwan menyampaikan dalam budi daya kedelai, pada tahun 2016 terdapat beberapa kendala, salah satunya sulitnya mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan bekas urukan pasir menjadi lahan yang dimanfaatkan untuk ditanami kedelai serta sulitnya mengubah pola pikir masyarakat. “Panen pertama tahun 2018 menghasilkan 0,85 ton per hektar, setelah diolah dengan pupuk organik dan lebih diolah dengan baik pasti dapat menghasilkan lebih banyak.” ujar Iwan.
Sementara itu, Karsid menginformasikan bahwa dalam membudidayakan kedelai menghadapi beberapa kendala. “Sejak tahun 2018, yang memanfaatkan bekas lahan tambang hanya 25 orang, sampai dengan 2022 tercatat 225 orang yang sudah memanfaatkan lahan untuk menanam kedelai. Profit yang dapat dihasilkan petani bisa mencapai 40-50 juta rupiah sekali panen. Untuk perawatan, ada kendala karena tanahnya mengandung pasir, jadi ada penggunaan herbisida dan untuk pengairan dilakukan penanaman di musim penghujan.” Kata Karsid. (Dhira).