Sejarah mencatat, bahwa pada tahun 1946 Indonesia pernah memberi bantuan pangan berupa beras ke India sebanyak 500.000 ton. Pertanyaannya kemudian, apakah ini indikasi bahwa Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan warga negaranya? Untuk menjawab pertanyaan itu Pusat Perpustakaan dan Literasi Pertanian (PUSTAKA) bersinergi dengan Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), menggelar bedah buku melalui talkhow JASMERAH pada 6 Maret 2024 di kantor pusat Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI)
Talkshow yang mengangkat tema ”Swasembada Pangan, Antara Kenyataan dan Angan-Angan?” ini dibuka oleh Dra. Mariana Ginting, M.M., Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas RI. Dalam sambutannya, Mariana Ginting menyampaikan sebuah teori dari Thomas Robert Malthus, “laju pertumbuhan pertambahan penduduk meningkat berdasarkan deret ukur, sedangkan produksi pangan berdasarkan deret hitung”. Teori tersebut dapat diartikan bahwa pertumbuhan manusia lebih cepat dibanding produksi pangan sehingga terdapat tantangan untuk mengatasi kekurangan pangan. Ketakutan Robert ini terjadi saat ini walaupun sebarannya tidak merata di semua negara. Ada negara yang mampu dan ada yang tidak mampu mengatasinya. Ketimpangan negara miskin dan maju ini semakin menambah kompleksitas masalah pangan.
Indonesia yang termasuk negara subur dan berada di garis Khatulistiwa pun tak terhindar dari masalah pangan. Meskipun demikian, sejarah mencatat bahwa Indonesia di masa lampau memiliki kemampuan dalam mengeskpor bahan pangan, khususnya beras.
“Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi negara pengekspor beras pascakemerdekaan. Saat itu Indonesia menjadi negara berdaulat karena mampu membina hubungan diplomatik dan menjadi negara penyumbang beras,” tambah Mariana Ginting.
Namun menurutnya, hari ini Indonesia dan negara lain tengah menghadapi krisis pangan global. Sehingga dengan acara ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Sementara itu, Kepala Pusat Jasa Informasi dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Agus Sutoyo dalam sambutannya mengungkap bahwa kegiatan JASMERAH merupakan kegiatan Perpusnas RI dalam mengangkat sejarah literasi karena Perpusnas memiliki banyak koleksi yang berhubungan dengan JASMERAH “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”.
Sutoyo juga menambahkan bahwa kegiatan JASMERAH di tahun 2024 berkolaborasi dengan berbagai sektor. Kali ini dengan Kementerian Pertanian mengangkat tema swasembada pangan.
Selanjutnya, masih menurut Sutoyo, isu pangan di tengah hiruk-pikuk pemilu menjadi isu yang menjadi perhatian publik. Oleh karena itu, Perpusnas sebagai bagian dari pemerintahan harus ikut mengawal informasi-informasi yang beredar. Perpusnas berperan agar informasi-informasi yang ada beredar terhindar dari hoaks.
Ia pun berharap, swasembada pangan yang menjadi topik kegiatan JASMERAH kali ini tidak hanya sekedar angan-angan. Pada kesempatan ini dapat digali sejarah masa lalu di mana para pendahulu bangsa berjuang mewujudkan swasembada pangan, sehingga generasi sekarang dapat memahami dan menghargai hal tersebut.
Di akhir sambutannya, Sutoyo juga mengungkapkan bahwa pernah memprakarsai terbitnya buku tentang pangan yang berjudul “Mustika Rasa”. Dalam buku tersebut terdapat menu-menu masakan dari seluruh pelosok Nusantara. Melalui buku ini, secara tersirat bahwa Bung Karno sudah mengkapanyekan keanekaragaman pangan Nusantara.
Kegiatan ini dihadiri juga oleh Kepala PUSTAKA, Muchlis. Dalam sambutannya Kepala PUSTAKA mengucapkan terima kasih kepada Perpusnas RI yang telah memberi kesempatan untuk berkolaborasi untuk menderaskan literasi pertanian. Ia mengungkapkan bahwa sesuai dengan salah satu mandat yang dijalankan PUSTAKA, yaitu mengelola penerbitan Pertanian. Untuk menyebarluaskan hasil terbitannya, Pertanian Press melakukan berbagai cara, diantaranya melalui website dan bedah buku.
Menurut Muchlis, isu pangan saat ini menjadi menjadi trending topic yang sangat menarik. Sehingga dengan membedah buku “Menjaga Keberlanjutan Swasembada Pangan” ini dapat memperkaya wawasan dan lebih cerdas dalam melihat permasalahan yang sedang dihadapi dan memahami partisipasi yang dapat dilakukan untuk menghadapinya.
Masih menurut Muchlis, buku yang ini ditulis oleh Andi Amran Sulaeman bersama Kuntoro Boga Andri dan Abdul Haris Bahrun ini merupakan sebuah catatan upaya mewujudkan ketahanan pangan di zaman kemerdekaan hingga saat ini. Selain itu juga berisi langkah-langkah ke depan yang harus dilakukan agar ketahanan pangan tetap eksis di negeri ini.
“Alhamdulillah, dalam buku ini kita akan menelusuri pencapaian berharga pencapaian berharga Kementerian Pertanian sekaligus sebagai bahan kontemplasi untuk merenung bagaimana nanti upaya yang bisa lakukan bersama-sama untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan,” ujar Muchlis.
“Kolaborasi seperti ini tentunya akan memperbesar jangkauan. Sekiranya kalau kami lakukan sendiri di Kementerian Pertanian, dalam hal ini oleh PUSTAKA tentu jangkauannya berbeda kalau dilakukan bersama-sama dengan Perpusnas dan Biro HIP. Alhamdulillah kolaborasinya lebih luas sehingga kita berharap wawasan yang kita sampaikan, pengetahuan yang kita informasikan pada kesempatan kali ini jangkauannya akan lebih besar dan tentu dapat dicerna dengan baik,” tambahnya.
Mengakhiri sambutannya, Muchlis berharap acara ini dapat bermanfaat, serta menyatakan bahwa PUSTAKA siap berkolaborasi dengan Perpusnas RI untuk menggiatkan literasi, khususnya literasi pertanian.
Narasumber yang hadir dalam bedah buku ini ialah Andreas Maryoto (Wartawan Senior Harian Kompas), Kuntoro Boga Andri (Penulis Buku dan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian), serta Halim (Direktur Utama PT. Galih Sagu Pangan).
Dalam paparannya Andreas mengungkap bahwa sejarah pernah mencatat bahwa negara Indonesia pernah mengalami swasembada pada tahun 1984 pada masa orde baru. Kemudian jika melihat ke belakang, Indonesia juga pernah memberikan bantuan beras ke India yang pada saat itu sedang mengalami krisis pangan. Bantuan tersebut ternyata angkanya cukup fantastis, yaitu sekitar 500 ribu ton.
Menurut Andreas, perkembangan penyediaan pangan di Indonesia mengalami fluktuasi. Kadang untuk memenuhi kebutuhan dilakukan impor beras dari luar negeri. Menurut catatan sejarah, impor beras telah dilakukan sejak prakemerdekaan. Seperti pada tahun 1938, pemerintah Hindia Belanda mengimpor beras sebanyak 334.206 ton.