Perpustakaan khusus sebagaimana definisinya dalam Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 merupakan perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. Menurut data Perpustakaan Nasional, sampai saat ini terdata sebanyak 2.602 perpustakaan khusus.
Senin, 17 Oktober 2022, Perpustakaan Nasional RI menyelenggarakan pendataan perpustakaan khusus bertempat di Hotel Acacia, Jakarta. Kegiatan tersebut sebagai upaya Perpustakaan Nasional dalam rangka melaksanakan pembinaan dan pengembangan perpustakaan khusus secara berkelanjutan menuju pelaksanaan perpustakaan secara terukur, konsisten, terintegrasi, dan melembaga.
Mengawali kegiatan yang dihadiri oleh 33 lembaga perpustakaan khusus, peserta diberi pencerahan oleh beberapa narasumber terkait pentingnya pendataan tersebut. Bahrudin (Pustakawan Badan Standarisasi Nasional) berkesempatan memoderatori empat narasumber memberikan paparannya dilanjutkan dengan forum diskusi.
Taufiq A. Gani (Kepala Pusat Data dan Informasi, Perpustakaan Nasional RI) menggugah peserta tentang bagaimana kebijakan dan strategi pendataan perpustakaan dalam mewujudkan satu data perpustakaan. Gani mengatakan, “Satu data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses antarinstansi pusat dan daerah. ”Data saja tidak akan ada artinya jika tidak kita relasikan dengan data/ entitas-entitas lainnya.” lanjutnya.
Narasumber sekaligus ketua terpilih Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (FPKI) Periode 2022-2025, Riko Bintari Pertamasari menyampaikan bagaimana peran strategis FPKI dalam mendukung satu data perpustakaan. “Sampai saat ini baru sekitar 10% perpustakaan khusus yang telah bergabung dalam FPKI, namun melalui forum ini akan terus dilakukan update profiling keanggotaan, sosialisai, pendampingan, dan advokasi ke anggota FPKI tentang pentingnya pendataan perpustakaan.” tuturnya.
Narasumber ketiga, yaitu Chaidir Amir (Pustakawan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) menyampaikan tentang pendataan perpustakaan guna pengembangan jejaring dan kerja sama perpustakaan khusus Indonesia. Amir mengharapkan Perpustakaan Nasional membuat simpul jejaring perpustakaan sehingga memudahkan untuk transfer knowledge. “Melalui kerja sama kita dapat memperoleh berbagai manfaat, seperti meningkatkan kualitas layanan, berbagi sumber daya, berbagi pengalaman dan praktik baik, serta dapat meningkatkan nilai akreditasi,” ujarnya.
Pada sesi selanjutnya, Rizqi Amelia Putri (Pustakawan Perpusnas) memandu praktik simulasi pendataan melalui website Pendataan Perpustakaan Berbasis Wilayah yang beralamat https://data.perpusnas.go.id/. Peserta dipandu untuk registrasi dan mengisi data yang dibutuhkan dalam aplikasi tersebut. Di akhir sesi, Rizky mengharapkan pengelola perpustakaan melakukan pemutakhiran informasi sekurang-kurangnya satu tahun sekali. (Listina S.)