Luas tanam tebu ratun mencapai 75% dari luas area tebu di Indonesia. Kelebihan sistem budidaya tebu ratun dibandingkan dengan sistem PC (plant cane) ialah (1) hemat biaya bibit dan tenaga tanam, dan (2) tanaman tebu hasil keprasan cepat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Pada budidaya tebu ratun, kualitas hasil keprasan akan menentukan mutu tunas. Pengeprasan secara manual, selain kurang manusiawi, juga mutu hasil kerjanya kurang konsisten dan membutuhkan tenaga kerja cukup banyak, rata-rata 20 HOK/ha. Oleh karena itu, hampir setiap musim rawat ratun tiba, beberapa perkebunan tebu di sentra produksi sulit mendapatkan tenaga kerja. Hasil keprasan yang baik ialah dapat memotong bonggol tebu (sisa hasil panen) rata dengan tanah hingga 2-4 cm di bawah permukaan tanah dan batang tidak pecah.
Pada akhir tahun 2013, BBP Mektan merekayasa prototipe mesin rawat ratun tipe juring ganda. Mesin ini dimaksudkan untuk mendukung penerapan teknologi juring ganda pada budi daya tebu yang dapat meningkatkan produktivitas hingga 6%. Cara mengoperasikan mesin rawat ratun(kepras) tebu, baik tipe juring tunggal maupun juring ganda, ialah dengan digandengkan pada traktor roda empat dan memanfaatkan tenaga PTO untuk memutar pisau kepras. Mesin rawat ratun tebu juring ganda diciptakan agar dapat mengatasi masalah tersebut, selain menurunkan biaya dan mempercepat waktu pengeprasan.
Mesin pengepras multifungsi ini memiliki dimensi panjang 2.800 mm, lebar 1.490 mm, tinggi1.560 mm, dan bobot 873 kg. Prototipe mesin rawat ratun (kepras) tebu ini menggunakan komponen lokal sehingga mudah diperoleh dan cukup murah. Dalam pengujian di perkebunan tebu dengan jarak PKP 135 cm dan jenis tanah liat, mesin ini memiliki kapasitas 7-8 jam/ha. Kebutuhan daya pengeprasan mesin 6 Hp. Informasi ini dimuat pada artikel Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian ---> Vol.36 No.3 Th. 2014. Artikel tersebut dapat diakses secara gratis di situs web Pustaka.