Petani acapkali kesulitan saat mengajukan kredit pada lembaga-lembaga keuangan yang ada di masyarakat seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Koperasi Unit Desa (KUD) dan juga bank. Kesulitan pengajuan yang dirasakan semakin membebani para petani dikarenakan minimnya rujukan dan pengetahuan dalam mengajukan kredit.
Fakta yang terjadi sekitar 70 persen petani di Indonesia terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masyarakat golongan miskin yang berpendapatan rendah. Pengeluaran hidup sehari-hari telah habis digunakan sebelum hasil panen terjual dan juga untuk biaya sosial lainnya. Sebagian besar petani tidak dapat memenuhi hidupnya dari satu musim ke musim berikutnya tanpa pinjaman. Keberadaan kredit benar-benar menjadi stimulus yang sangat dibutuhkan mereka untuk tujuan produksi seperti membeli pupuk, bibit, biaya pekerja yang membantu proses bertani. Apabila tidak diberi stimulus dalam bentuk kredit akan terjadi penurunan produksi pertanian karena keterbatasan modal.
Sebenarnya sulitkah bagi masyarakat khususnya kaum petani untuk mengajukan kredit? Pertanian Press menerbitkan buku “Jurus Jitu Kredit” yang ditulis Rizky Permana tahun 2023, mengulas serba serbi perkreditan dan jurus jitu apa yang harus dilakukan petani dalam mengatasi kesulitan pengajuan kredit untuk usaha pertanian mereka.
Menurut penulis, kepercayaan menjadi kunci utama peminjam agar mampu mendapatkan “hati” pemberi kredit. Ini seperti cara kita meyakinkan pihak yang bahkan tidak pernah mengenal kita untuk memberikan pinjaman uang atau barang berharga kepada sosok asing. Bayangkan orang yang tidak dikenal berdiri di hadapan anda dan meminta anda untuk meminjamkan uang kepada dirinya. Pertanyaannya, apakah Anda mau memberikannya tanpa rasa percaya? Penulis juga membeberkan beberapa faktor lain seperti kemampuan bayar nasabah, ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, kinerja keuangan nasabah dan prospek usaha dari nasabah yang akan dilihat oleh lembaga pemberi kredit dalam memberi pinjaman.
Hal yang juga memerlukan perhatian serius dari pemerintah maupun pemberi pinjaman adalah profesi petani yang kurang mendapat respon karena penghasilan petani yang dinilai sangat rendah. Selain itu, petani tidak memiliki agunan yang memadai untuk dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman. Kendala tersebut dijelaskan dalam buku dengan membeberkan beberapa trik jitu agar pinjaman berhasil diajukan petani, yaitu pertama merubah pola pikir kita sebagai si peminjam agar pengajuan yang kita ajukan bukan dari sudut pandang “menurut kita”. Hal ini salah total karena si pemberi pinjaman adalah si pemilik modal jadi suka atau tidak suka kita harus menerima ”menurut mereka”, sehingga persyaratan apapun karus diikuti.
Kedua, mengubah karakter atau sifat kita karena pada umumnya lembaga pemberi pinjaman melihat niat baik si peminjam dengan menggali informasi, reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial dan lainnya sebagai referensi mereka. Ketiga, membayar kredit dengan tepat waktu. Hal ini sangat penting karena kita sebagai peminjam harus komitmen dengan janji. Pada umumnya hal ini sangat di sukai pemberi pinjaman di lembaga keuangan apapun itu bentuknya.
Buku ini sangat menarik, memberi pencerahan dan ilmu baru dalam mengajukan kredit sehingga kita tidak selalu menyalahkan pihak pemberi pinjaman karena keinginan kita tidak tercapai. Namun, kita juga perlu intropspeksi apa yang menjadi keinginan pemberi kredit. Apa yang telah ditulis oleh penulis ini dapat dijadikan sebagai referensi yang sangat mendasar. Selain itu, dapat meningkatkan literasi masyarakat terhadap kredit sehingga langkah-langkah kita tepat dalam proses pengajuan kredit.
Hal yang juga memerlukan perhatian serius dari pemerintah maupun pemberi pinjaman adalah profesi petani yang kurang mendapat respon karena penghasilan petani yang dinilai sangat rendah. Selain itu, petani tidak memiliki agunan yang memadai untuk dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman. Kendala tersebut dijelaskan dalam buku dengan membeberkan beberapa trik jitu agar pinjaman berhasil diajukan petani, yaitu pertama merubah pola pikir kita sebagai si peminjam agar pengajuan yang kita ajukan bukan dari sudut pandang “menurut kita”. Hal ini salah total karena si pemberi pinjaman adalah si pemilik modal jadi suka atau tidak suka kita harus menerima ”menurut mereka”, sehingga persyaratan apapun karus diikuti.
Kedua, mengubah karakter atau sifat kita karena pada umumnya lembaga pemberi pinjaman melihat niat baik si peminjam dengan menggali informasi, reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial dan lainnya sebagai referensi mereka. Ketiga, membayar kredit dengan tepat waktu. Hal ini sangat penting karena kita sebagai peminjam harus komitmen dengan janji. Pada umumnya hal ini sangat di sukai pemberi pinjaman di lembaga keuangan apapun itu bentuknya.
Buku ini sangat menarik, memberi pencerahan dan ilmu baru dalam mengajukan kredit sehingga kita tidak selalu menyalahkan pihak pemberi pinjaman karena keinginan kita tidak tercapai. Namun, kita juga perlu intropspeksi apa yang menjadi keinginan pemberi kredit. Apa yang telah ditulis oleh penulis ini dapat dijadikan sebagai referensi yang sangat mendasar. Selain itu, dapat meningkatkan literasi masyarakat terhadap kredit sehingga langkah-langkah kita tepat dalam proses pengajuan kredit. (Jo)