Biji kakao Indonesia yang diekspor (85-90%) merupakan biji kakao kering tanpa fermentasi (biji asalan) sehingga mutunya rendah. Selain biji bermutu rendah, produktivitas dan kualitas pertanaman kakao juga menurun akibat tanaman telah tua dan kurang dipelihara, serta serangan penyakit vascular streak dieback (VSD) dan hama penggerek buah kakao (PBK). Biji kakao segar mempunyai bau dan rasa yang tidak menyenangkan sehingga harus difermentasi, dikeringkan, dan disangrai untuk mendapatkan cita rasa dan aroma khas kakao.
Biji kakao asalan dapat difermentasi menjadi biji kakao bermutu tinggi dengan menggunakan media sebagai sumber nutrien tambahan dan inokulasi starter. Karakteristik biji kakao asalan yang difermentasi dengan cara ini tidak kalah dengan biji kakao fermentasi alami. Senyawa heterosiklik terutama pirazin dapat terbentuk dan kadar lemak tidak jauh berbeda dengan kakao fermentasi alami.
Informasi ini dimuat pada artikel Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian -> Vol.35 No.6 Th. 2013. Artikel tersebut dapat diakses secara gratis di situs web Pustaka.[mf/ebe]