Judul Buku : Oostkust van Sumatra - De Ontwikkeling van Het Gewest
Penulis : Broersma, R.
Kota terbit : Deventer
Penerbit : Charles Dixon
Tahun terbit : 1922
Jumlah halaman : 307 halaman
Link Akses : https://kikp-pertanian.id/antiquariat/opac/detail-opac?id=436
Pekerja asal Tiongkok berangkat dini hari berbekal cangkul ke ladangnya dan menghabiskan hari untuk merawat tanaman. Koin perak menjadi bayaran untuk apa yang telah ia lakukan dengan suka cita di ladang tersebut. Tembakau adalah objek kesayangannya dan selalu mendapat perhatian penuh, dari mulai tanaman yang masih muda hingga yang sudah tumbuh subur.
Pantai Timur Sumatra memiliki perkebunan tembakau yang luas dan menjadi budidaya yang diminati oleh para pengusaha Eropa. Mereka berlomba-lomba dalam memproduksi tembakau hingga melakukan penanaman secara besar-besaran. Banyak dari mereka yang segera menanam tembakau setelah panen, padahal lahan belum lama kosong, agar bisa segera memanen kembali hasil budidaya tembakau mereka. Akibatnya muncul keluhan dari pasar karena kualitas tembakau menjadi tidak bagus. Hanya pengusaha yang serius dan berhati-hati yang mampu bertahan.
Tidak hanya tembakau, Pantai Timur Sumatra juga kaya akan budidaya karet. Majunya budidaya karet di Pantai Sumatra bisa kita lihat dari asosiasi yang menjadi sejarah perkebunan di Medan, yaitu AVROS atau Algemeene Vereeniging Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra yang merupakan asosiasi yang juga mengelola budidaya teh, kopi, kelapa, kelapa sawit, dan gambir. AVROS juga memiliki badan penelitian yang berperan penting bagi perdagangan, karena membuat hasil dari perkebunan bisa sesuai dengan apa yang dibutuhkan pasar, contohnya kelapa sawit.
Buku Oostkust van Sumatra seri kedua yang ditulis oleh Broersma ini, membahas mengenai perkembangan yang terjadi di Pantai Timur Sumatra dengan cukup detail. Meskipun tidak banyak, kita bisa menemukan beberapa ilustrasi dalam buku ini. Selain itu, penulis juga menambahkan beberapa tabel sebagai data pendukung. Contohnya, kita dapat melihat contoh catatan keuangan milik Ling Seng Moy dalam bentuk tabel pada bab 8 halaman 122 dan juga tabel jumlah pekerja yang berasal dari luar Sumatra pada bab 9 halaman 139.
Kondisi para pekerja, bagaimana mereka diatur, apa saja upaya para pengusaha dan pemerintah mengatasi berbagai masalah yang muncul pada kebun atau para pekerja mereka, bagaimana penjajahan di Tanah Sumatra berjalan, bahkan pembangunan dan pengelolaan lalu lintas, juga disajikan dalam buku ini. Pembaca akan mendapatkan berbagai data yang disajikan dalam bentuk karya sastra yang disusun secara rapi dari bab ke bab.
Dari buku ini, kita bisa melihat sejarah perkembangan dari Pantai Timur Sumatra yang berkaitan dengan budidaya tanaman, perdagangan, kolonisasi, pembangunan jalan, tenaga kerja, bahkan gambaran pribumi dari sudut pandang penulis, yang bukan seorang pribumi.
Sisingamangaraja, pahlawan nasional asal Sumatra Utara, digambarkan sebagai seorang laki-laki berumur 60-an yang tinggi dan kuat, memiliki kening yang tinggi (lebar) mencerminkan kemauan yang kuat. Kisah beliau juga diceritakan oleh penulis dan tentu saja kisah ini ditulis dari sudut pandang orang Belanda. Menarik, bukan? (Tika’24)