Menjadi petani pengusaha adalah salah satu kontribusi milenial bagi negara. Model yang paling tepat untuk pengembangan kewirausahaan di bidang pertanian adalah kewirausahaan sosial (social entrepreneur). Suatu model kewirausahaan di mana seseorang mengelola bisnis dengan tujuan bukan sekadar mengejar keuntungan semata, akan tetapi ikut menyelesaikan persoalan sosial yang ada.
Beberapa riset menyatakan adanya kecenderungan sikap para milenial memiliki jiwa patriotis, punya kepedulian sosial yang tinggi, serta berminat pada dunia wirausaha. Sikap ini bisa ditangkap sebagai modal untuk memberdayakan milenial. Kecenderungan anak muda yang besar pada kewirausahaan, harus diberikan kesempatan merealisasikan mimpi besar untuk menjadi pengusaha sukses dengan jalan menjadi petani pengusaha (agripreneur).
Melalui kewirausahaan sosial di bidang pertanian (socio-agropreneur), generasi muda milenial bukan saja dibekali kemampuan dalam bercocok tanam dan kemampuan teknis lainnya. Namun, perlu juga dibekali kemampuan membuat perencanaan bisnis, mengorganisir potensi sumber daya para petani lain, pemasaran, dan berbagai kemampuan agribisnis lainnya.
Upaya yang dilakukan sebagai wujud kewirausahaan sosial sebagai berikut:
- Mengemas ulang ”branding” pertanian sehingga akan lebih menarik untuk ditawarkan.
- Kerja sama /collaborative dengan stakeholder
- Peningkatan kapasitas SDM melalui pemberian motivasi, pengetahuan dan keterampilan.
- motivasi (afektif) : Motivasi para milenial diharapkan dapat meningkat untuk memperjuangkan kesuksesan. Selain itu, juga berkontribusi menolong sesama, khususnya para petani kecil, serta memajukan bangsanya dengan ikut berperan serta meningkatkan produksi pangan
- Pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Peserta didik dan peserta pelatihan dibekali untuk memiliki penguasaan teknologi pertanian modern. Peserta diberi pengetahuan seperti penguasaan pengetahuan dan teknis keterampilan secara mumpuni, seperti menggunakan alat mesin modern dalam budi daya hingga pada proses hilirisasi (panen, pasca panen, hingga pengolahan). Selain itu juga, penguasaan manajemen hingga masalah pemasaran (termasuk di dalamnya teknik digital marketing) yang juga sangat krusial
- Manajemen pembinaan calon petani pegusaha milenial, yang dapat dilakukan melalui dua jalur:
- Jalur pendidikan formal melalui Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian, atau bisa juga melalui Fakultas Pertanian Perguruan Tinggi Negeri yang diikat dengan kerja sama dengan Kementerian Pertanian; dan
- Jalur Pelatihan, melalui Balai Pelatihan Pertanian/ Balai Besar Pelatihan Pertanian.
Metode yang digunakan dalam pembinaan sebagai berikut :
1) Rekruitmen
Calon peserta didik yang akan mengikuti pendidikan di Polbangtan atau perguruan tinggi kerja sama adalah para milenial lulusan SMA, sedangkan untuk yang akan digembleng di SMK Pertanian, maka sumbernya adalah para siswa SMP.
Adapun mereka yang akan direkrut melalui jalur pelatihan, akan dilatih di balai-balai pelatihan milik Kementerian Pertanian atau balai-balai pelatihan di bawah Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota. Salah satu kriteria perekrutan adalah anak-anak petani yang memang punya karakter dan visi kuat untuk melanjutkan usaha tani orang tuanya secara lebih baik.
Pada kegiatan penjaringan melalui rekruitmen ini, calon peserta didik maupun calon peserta pelatihan hendaknya dipilih dengan syarat-syarat kriteria yang ketat, yaitu mereka memiliki motivasi dan visi kuat untuk sukses berwirausaha secara social interpreneurship.
2) Metode Pembinaan
Kurikulum harus dirancang agar mampu mencetak generasi milenial menjadi tenaga yang menguasai masalah teknis di bidang pertanian sekaligus sisi manajemen dan bisnisnya
Menjadikan milenial wirausahawan sosial akan terwujud dengan berbagai upaya yang dilakukan. Dengan demikian, petani pengusaha (agripreneur) dengan konsep wirausahawan sosial bukanlah sekedar impian. (WD)
Sumber:
Menjadikan Milenial Petani Pengusaha/Ahmad Suryanto. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/18042