Perubahan iklim saat ini dampaknya terasa di berbagai sektor, termasuk pertanian. Kementerian Pertanian berkomitmen berperan serta ikut mengendalian dampak perubahan iklim dengan mendorong pertanian organik. Hal tersebut harus dibuktikan dengan pengukuran emisi gas rumah kaca (GRK). Penting bagi petugas di lapangan (penyuluh dan POPT) dan petani mengetahui bagaiman teknologi pengukuran emisi GRK ini.
Pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2022, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran teknologi Pertanian (PUSTAKA) mengadakan Virtual Literacy (VL) live in action dengan tema “Teknologi Pengukuran GRK untuk Pertanian Lebih baik”. VL tersebut dibuka oleh Kepala PUSTAKA, Gunawan. Dalam sambutannya Gunawan menyampaikan bahwa perubahan iklim menjadi satu hal yang perlu diwaspadai, terutama pada komoditas hortikultura pertanian yang rentan terhadap cekaman iklim. Salah satu dampak perubahan iklim yang harus diwaspadai yaitu peningkatan emisi gas rumah kaca. Sehingga penting untuk mengetahui berapa perbandingan sumbangan emisi GRK dari pertanian organik dan anorganik. Acara dipandu oleh Ifan Mutaqien selaku Koordinator Penyebaran Teknologi Pertanian.
Salah satu narasumber pada acara tersebut, yaitu Muhammad Agung Sunusi, Koordinator Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, Direktorat Perlindungan Hortikultura. Narasumber menyampaikan bahwa istilah GRK mengemuka seiring dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim yang dampaknya telah dirasakan di berbagai wilayah Indonesia. Kegiatan manusia telah meningkatkan konsentrasi GRK yang sebelumnya secara alami telah ada. Konsentrasi GRK di atmosfer setiap tahun mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata sebesar 2,1 ppm per tahun. Upaya untuk menurunkan emisi GRK di sektor pertanian dapat ditempuh melalui penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi. Prosedur pengambilan sampel untuk pengukuran emisi GRK ini secara umum dapat dilakukan di pertanaman hortikultura dan lainnya.
Afrian Aji Santoso, Peneliti Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), menyampaikan prosedur pengambilan sampel GRK yang dilakukan pada pertanaman cabai. Suharman petugas POPT Kecamatan Seyegan, Kab. Sleman, menyampaikan pengalamannya dalam memberikan penyuluhan terkait pengukuran GRK. Selain itu, dihadirkan juga petani cabai organik yang sudah menerapkan pengukuran emisi GRK di lahan pertaniannya.
Virtual Literacy ini dihadiri sekitar 400 peserta yang bergabung melalui zoom meeting dan Youtube PUSTAKA.
Melalui VL ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait teknologi pengukuran emisi GRK dan diterapkan di daerah lain. (Dhira).