Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial tidak hanya untuk mempertahankan eksistensi suatu perpustakaan saja, akan tetapi juga merupakan salah satu bentuk dukungan program pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG’s) yang dapat menyejahterakan masyarakat. Sebagaimana seruan dari International Federation of Library Associations (IFLA) yang meminta kepada semua pihak untuk menjadikan perpustakaan menjadi mitra dalam rencana pembangunan nasional serta mendorong agar perpustakaan masuk dalam rencana pembangunan nasional untuk SDG’s. Adanya seruan dari IFLA tersebut menjadikan perpustakaan memegang peranan penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ketersedian akses layanan informasi. Perpustakaan dapat menjadi pusat belajar dan berkegiatan bagi masyarakat.
Tujuan Kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah untuk meningkatkan literasi informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, memperkuat peran dan fungsi perpustakaan, agar tidak hanya sekadar tempat penyimpanan dan peminjaman buku, tapi menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat, serta pemberdayaan masyarakat.
Perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan untuk menerima perubahan, menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya serta hak azasi manusia sesuai dengan tujuan SDGs.
Tingkat kesejahteraan masyarakat akan terangkat bila masyarakat memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana mendapatkan ilmu pengetahuan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan tersebut, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) menggelar webinar “Penguatan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial pada Perpustakaan Khusus”. Kegiatan webinar dilaksanakan pada Rabu tanggal 27 Oktober 2021.
Peserta yang hadir pada acara webinar tersebut sebanyak 550 peserta terdiri atas pustakawan, pengelola perpustakaan, dan penggiat literasi.
Acara dibuka secara resmi oleh Plt. Kepala PUSTAKA, Sudi Mardianto. Dalam arahannya, Sudi menyampaikan bahwa inklusi sosial merupakan proses yang memberikan daya untuk ikut berpartisipasi dengan makna individu semakin berdaya dan bermanfaat. Salah satunya melalui perpustakaan dengan menyediakan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan tersebut dapat berkontribusi pada masyarakat baik umum maupun para petani. Ilmu pengetahuan yang diperoleh lewat bahan bacaan melalui gawai, buku tercetak/buku fisik dan lainnya dapat dibagikan ke orang lain. Perpustakaan berbasis inklusi sosial pada perpustakaan khusus sektor pertanian target utamanya adalah petani, meski kesempatannya terbatas dalam membaca buku. “Operasionalnya dapat lebih berdaya dengan bacaan-bacaan yang bermutu,” ujar Sudi.
Acara tersebut menghadirkan materi bertema “Implementasi perpustakaan berbasis Inklusi sosial pada perpustakaan khusus” yang disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan dan Pembinaan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Upriyadi.
Dalam paparannya Upriyadi lebih banyak mengarah pada fungsi perpustakaan khusus dalam transformasi layanan berbasis inklusi sosial dan kerangka regulasi transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Upriyadi juga memberikan contoh perpustakaan yang sukses melaksanakan perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Materi yang kedua disampaikan oleh Abdul Basit yang merupakan Perencana Utama di Kementerian Pertanian. Dalam paparannya Abdul Basit menyampaikan “Kerangka umum perencanaan dan evaluasi perpustakaan pertanian berbasis inklusi sosial”. selanjutnya Abdul Basit mengungkapkan bahwa inovasi perpustakaan pertanian dalam kaitan inklusi sosial seperti Library comes to you, kolaboratif, text to context, dan Virtual Literacy. Pemateri juga banyak menyoroti perencanaan, monitoring, dan evaluasi pada program perpustakaan berbasis inklusi sosial di lingkup Kementerian Pertanian. (Herwan Junaidi)