Porang merupakan komoditas tanaman pangan yang sudah lama tumbuh subur di Indonesia, akan tetapi belum banyak diminati banyak orang karena dianggap tanaman liar di halaman pekarangan. Saat ini banyak penemuan terkait porang yang menginformasikan berbagai manfaatnya antara lain untuk fungsi pangan dan obat-obatan. Budidaya tanaman porang juga semakin diminati seiring tingginya permintaan pasar.
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) kembali menggelar Live in Action Teknologi Pertanian dengan topik bahasan “Kupas Tuntas Budidaya Porang". Acara ini di gelar pada Kamis, 23 September 2021 secara daring melalui media Zoom yang dimoderatori oleh Ifan Muttaqien selaku Koordinator Kelompok Substanti Penyebaran Teknologi Pertanian. Acara ini mengupas tentang pengalaman budidaya porang dari peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi (Balitkabi), Sutrisno serta tiga orang petani yaitu Yadi Hendriana dari Cianjur serta Warsito dan Didik Kuswandi dari Madiun.
Ifan Muttaqien dalam pengantarnya menyampaikan bahwa sebagai unit kerja yang bertugas dalam penyebarluasan informasi teknologi pertanian, PUSTAKA berfungsi menyampaikan inovasi teknologi terbaru kepada masyarakat, salah satunya tentang teknologi budidaya porang. Selanjutnya di awal diskusi, Sutrisno menyampaikan terkait keuntungan dari budidaya porang, “Tanaman porang cenderung mudah dibudidayakan karena dapat hidup di bawah naungan hingga 70 %, dan siklus hidupnya panjang mencapai 2-3 tahun”. “Porang memiliki beragam manfaat misalnya untuk bahan pangan dapat digunakan sebagai pengental es krim dan bahan baku mie, sebagai bahan obat dapat digunakan mengobati diabetes dan obesitas “, lanjut Sutrisno.
Didik sebagai petani porang memiki pengalaman budidaya porang sejak lama. Bahkan di Madiun tanaman porang sudah mulai dibudidayakan sejak tahun 1989. “Ekonomi masyarakat sangat terbantu dengan menanam porang, untuk biaya anak sekolah, perbaikan rumah, membeli kendaraan dan lainnya”, terangnya. Pengetahuan tentang budidaya porang awalnya diketahui dari media sosial, jelas Yadi. Bahkan Yadi telah mengolah porang mejadi berbagai makanan misalnya keripik sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Warsito juga berbagi pengalaman dalam bertanam porang dilakukan secara tumpang sari dengan pepaya. Porang sebagai tanaman tahunan dan pepaya sebagai tanaman mingguan. “Sambil menunggu hasil porang, dapat panen pepaya seminggu dua kali”, jelas Warsito.
Porang dinilai cukup prospektif sebagai tanaman pangan. Setidaknya porang merupakan salah satu keanekaragaman tanaman pangan di Indonesia yang harus dilestarikan. Potensi tanaman lokal ini jika digarap dengan serius akan banyak membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Laporan : Eni)