Tikus merupakan hewan pengerat yang cukup mengganggu. Binatang ini tergolong binatang mamalia dengan karakter bioekologi yang berbeda dengan serangga. Oleh karena itu, sistem pengendaliannya perlu dilakukan dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT) yang saat ini menjadi rujukan pengendalian nasional. Kementan melalui Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) bersinergi dengan BPTP Yogyakarta menggelar literasi teknologi pertanian jarak jauh dengan tema Teknologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu Berbasis Bioekologi pada 2 April 2020.
Pertemuan kali ini digelar secara online melalui video conference dengan memanfaatkan OViral (Open Virtual Literacy) yang terhubung dengan 91 Node dan berhasil menggaet peserta sebanyak 129 orang terdiri dari petani, PPL, BPP, Dinas Pertanian Kab. Klaten, Dinas Pertanian Kab. Sukoharjo, Dinas Pertanian Kota Surakarta, Kostrada Kab. Klaten, Kostrada Kab. Blora, Kostrada Kab. Pati, BPTP Jateng, BPTP Yogya dan PUSTAKA.
Pada Kesempatan tersebut hadir sebagai narasumber Profesor Riset Bidang Hama dan Penyakit Tanaman BPTP Yogyakarta, Sudarmaji yang menyampaikan masalah pengendalian tikus adalah karena monitoring lemah, petani jarang melakukan monitor dan kurang paham konsep pengendalian sehingga tidak terkoordinir. Selain itu pengendalian masih dalam skala kecil sehingga sarana pengendalian terbatas. Satu lagi yang juga penting adalah karena muncul anggapan di masyarakat yang menjadi mitos, tikus hewan keramat di beberapa daerah.
Selanjutnya Sudarmaji mengungkapkan bahwa konsep baru Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT) mampu menyelamatkan 30% dari kerusakan hasil panen. “Ini merupakan pengendalian tikus yang efektif dan ramah lingkungan”, ungkapnya. Lebih lanjut Sudarmaji membeberkan bahwa konsep PHTT memperhatikan unsur bioekologi, kultur teknis, kelembagaan petani, koordinasi, teknologi pengendalian, dan skala pengendalian yang luas serta menerapkan teknologi TBS dan LTBS sebagai ciri khas era baru PHTT.
Sudarmaji menjelaskan bahwa dalam mengendalikan tikus diperlukan pemahaman mengenai biologi dan ekologi dari tikus, seperti pengetahuan mengenai kemampuan reproduksi dimana 1 ekor tikus betina mampu beranak total 80 ekor dalam waktu satu musim tanam. Itu artinya membunuh 1 ekor tikus sebelum tanam sama dengan membunuh 80 ekor setelah panen. Artinya perlu pengendalian hama sebelum tanam.
Pada kesempatan tersebut hadir Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA), Retno Sri Hartati Mulyandari sekaligus memandu langsung acara literasi jarak jauh. Ia berharap diskusi tidak berhenti dalam forum ini. Selanjutnya ia bersama tim suatu saat nanti akan turun lapang untuk melihat mekanisme pengendalian hama tikus yang telah diterapkan para petani. Retno berpesan agar seluruh BPP di 3 wilayah (Kab. Klaten, Kab. Sukoharjo dan Kota Surakarta) mulai hari ini dapat memberikan laporan kegiatan produktif pertanian di lapangan sebagai bahan atau data untuk diinput di AWR sehingga dapat dimonitor oleh Bapak Mentan pada hari Senin.
Tidak lupa Retno mempersilakan kepada partisipan VL untuk dapat memberikan masukan terkait tema VL yang dibutuhkan di lapangan, utamanya yang berkaitan dengan teknologi pertanian. PUSTAKA selanjutnya akan mengkoordinasikannya termasuk menghadirkan nara sumber yang dibutuhkan. “Usulan dapat disampaikan melalui kepala BPP, kepala dinas maupun di forum WA-grup”, ungkapnya.