Oleh : Sutarsyah (Pustakawan Madya) dan Shintawati Octaviani (Pranata Humas Muda)
Perlukah menjaga eksistensi perpustakaan pada masa pandemi Covid-19? Pertanyaan itu mungkin terlontar tidak hanya dari pustakawan tetapi juga dari masyarakat.
Satu tahun pandemi Covid-19 telah melanda dunia, termasuk Indonesia. Hal ini berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat, dari mulai pergaulan, pola kerja, pola pendidikan, dan lain-lain. Hal ini juga berdampak pada perpustakaan, mulai dari koleksi yang sudah tak tersentuh lagi, kondisi rak buku yang berdebu, ruang baca yang sepi tanpa pemustaka hingga sepinya ruang kerja pengelola perpustakaan karena adanya jadwal work from home (WFH) dan work from office (WFO) dengan tujuan pembatasan kegiatan pegawai.
Melihat kondisi tersebut, masihkah denyut nadi perpustakaan bisa dipertahankan? jawabannya adalah wajib dipertahankan. Mengapa? pada era digital kunjungan fisik sudah bukan lagi menjadi target capaian dari perpustakaan, kepuasan pemustaka mendapatkan informasi melalui online menjadi target capaian serta koleksi terdigitasi menjadi hal yang harus diutamakan.
Transformasi pengelolaan perpustakaan sudah tidak bisa ditunda lagi, anggaran pembelian buku tercetak sudah harus mulai dikurangi, pengolahan buku dengan katalogisasi dan klasifikasi yang menyita energi sudah harus disederhanakan. Pustakawan harus sudah beralih untuk mendigitalkan dan menginput setiap koleksi yang dimilikinya ke dalam database dan ditampilkan dalam layanan digital.
Layanan digital berbasis web merupakan cerminan dan menjadi layanan utama perpustakaan sehingga harus segera dibenahi. Tampilan antarmuka web yang lebih simpel dan menarik, pemutakhiran konten dalam web, serta navigasi yang memudahkan pemustaka mengakses dan berselancar untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya merupakan komponen penting yang perlu mendapat perhatian.
Seperti diungkap oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI, Syarif Bando, yang dikutip dalam Republika Online (21/09/16) mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan program digitalisasi buku-buku koleksi Perpustakaan. Menurutnya, program ini mengubah konsep lama perpustakaan menjadi penyedia informasi yang memudahkan pembelajaran masyarakat di era digital. Paradigma perpustakaan yang hanya mengumpulkan buku sebanyak-banyaknya kemudian disimpan di rak, dikunci sehingga koleksi buku tak jarang penuh debu sudah ketinggalan zaman, oleh karena itu perlu diubah menjadi perpustakaan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada era digital sekarang ini, informasi dari buku semestinya juga mudah diakses lewat dunia maya. Artinya, perpustakaan harus menyiapkan bahan bacaan yang mudah diakses secara digital. Mengelola data primer penelitian menjadi penting dan fungsi lain dari pengelola perpustakaan sebagai insan yang berperan dalam upaya meningkatkan kualitas penelitian di Indonesia. Pustakawan harus sudah beralih untuk mendigitalkan dan menginput setiap koleksi yang dimilikinya ke dalam database dan ditampilkan pada layanan digital.
Sudah selayaknya perpustakaan berbenah diri menciptakan sebuah layanan digital yang menarik dan atraktif. Sebuah layanan digital yang dikemas dalam sebuah landingpage/dashboard satu pintu yang menjadi gerbang utama layanan digital dimana para pemustaka hanya mengunjungi satu alamat tautan. Melalui tautan tersebut seluruh layanan perpustakaaan digital tersedia. Layanan digital tersebut dapat berupa web, repository, perpustakaan berbasis android, media sosial, katalog online, portal perpustakaan, serta layanan digital lainnya yang semuanya terangkum dalam satu bigdata.
Landingpage/dashboard akan menjadi cerminan layanan utama dari sebuah perpustakaan berbasis digital yang dapat diakses dengan mudah. Meskipun pandemi, perpustakaan dapat tetap eksis dengan layanan digital yang dimilikinya.